Larangan Bagi Orang yang Berhadas Besar |
Larangan Bagi Orang yang Berhadas Besar bag-1
Berikut ini adalah bentuk amalan-Amalan yang terlarang dan tidak Boleh Dilakukan Oleh Orang yang Berhadats Besar:
Ditulis oleh: Ustadz Amir As-Soronji
1. Thawaf di Kabah
Orang yang berhadats besar, baik junub, haid, maupun nifas tidak boleh thawaf di Kabah. Hal ini berdasarkan firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An-Nisa: 43)
Kalau masuk masjid untuk menetap sebentar saja tidak boleh, maka apalagi melakukan thawaf.
Ketika Aisyah haidh pada saat haji, Nabi shalallahu alaihi wassallam bersabda kepadanya:
اِفْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوْفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَغْتَسِلِي.
“Kerjakanlah apa yang dikerjakan oleh orang yang berhaji, hanya saja engkau tidak boleh thawaf di Baitullah sampai engkau mandi (bersih dari haidhmu).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Catatan:
Sebagian ulama mewajibkan berwudhu sebelum mengerjakan thawaf di ka’bah, namun tidak ada dalil yang tegas yang menunjukkan wajibnya berwudhu sebelum melakukan thawaf.
Adapun hadits Ibnu Abbas radiallahuanhuma bahwasanya, Rasulullah shalallahu alaihi wassallam bersabda:
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاَةٌ إِلاَّ أَنَّ اللَّهَ أَحَل لَكُمْ فِيهِ الْكَلاَمَ فَمَنْ يَتَكَلَّمُ فَلَا يَتَكَلَّمُ إِلَّا بِخَيْرٍ
“Thawaf di Baitullah adalah shalat, hanya saja Allah membolehkan berbicara ketika mengerjakannya. Maka barangsiapa yang mau berbicara, janganlah ia berbicara kecuali kebaikan.” (HR. Hakim dalam Mustadraknya, no. 1688, Tirmidzi dalam Sunannya, no. 960. Syaikh al-Albani berkata: “Shahih”. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya, no.3836. syaikh Syu’ab al-Arnauth berkata: “Hadits shahih)
Hadits ini diperselisihkan oleh para ulama, apakah termasuk hadits marfu (ucapan Nabi shalallahu alaihi wassallam) atau mauquf (ucapan Ibnu Abbas radiallahuanhuma)?
Seandainya hadits ini marfu, maka maknanya thawaf itu mirip dengan shalat dalam beberapa hal (di antaranya, sama dalam hal pahala, menutup aurat, khusyu, dan lain-lain), bukan maknanya thawaf itu sama persis dengan shalat sehingga disyaratkan padanya wudhu. Banyak sekali perbedaan antara thawaf dengan shalat, bukan hanya dibolehkan berbicara, di antara perbedaannya:
a. Thawaf tidak disyaratkan berdiri, sementara shalat disyaratkan berdiri. Seandainya ada orang yang thawaf sambil merangkak maka thawafnya sah.
b. Thawaf tidak disyaratkan takbiratul ihram, sementara shalat disyaratkan takbiratul ihram.
c. Thawaf tidak disyaratkan menghadap kiblat, namun disyaratkan menjadikan ka’bah di sebelah kirinya.
d. Thawaf tidak disyaratkan membaca al-fatihah, dan bacaan-bacaan lain (yang diwajibkan dalam shalat). Bahkan tidak disunnahkan (mengkhususkan) membaca al-fatihah dan surat lain pada saat thawaf.
e. Tidak ada ruku dan sujud dalam thawaf, dan tidak wajib membaca tasbih.
f. Dibolehkan makan dan minum di saat thawaf, sementara tidak dibolehkan di saat shalat.
g. Tertawa tidak membatalkan thawaf, sementara shalat bisa batal karenanya. (Asy-Syahru al-Mumti’, 7/260). Dan lain-lain.
Jadi thawaf tidak bisa disamakan dengan shalat, karena banyak perbedaannya sehingga tidak disyaratkan padanya wudhu sebagaimana disyaratkan pada shalat. Namun jika seseorang berwudhu sebelum mengerjakannya tentu hal itu lebih baik dan lebih utama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Jelaslah bagiku bahwa bersuci dari hadats tidak disyaratkan dan tidak wajib dalam thawaf tanpa diragukan lagi. Namun dianjurkan untuk thaharah shughra (berwudhu) ketika thawaf, karena dalil-dalil syar’i hanya menunjukan bahwa hal itu (berwudhu) tidak wajib. Tidak ada dalam syariat dalil yang menunjukkan wajibnya thaharah shughra untuk berthawaf”. (Majmu’ah al-Fatawa 26/108)
Seperti judul yang antum lihat di atas, tulisan ini adalah bagian pertama dari tulisan penuh terkait larangan bagi orang yang berhadas besar. Semoga dengan tulisan dari Ustadz Amir ini dapat membantu kita memahami apa saja yang terlarang dilakukan bagi orang yang berhadats besar. Jazakumullah khoiron katsiron, baarakallahu fiik.