Tafsir Surat Al-Falaq ayat 1-5
Tafsir Surat Al-Falaq ayat 1-5

Tafsir Surat Al-Falaq ayat 1-5 Imam Ibnu Katsir

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ (1) مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ (2) وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ (3) وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ (4) وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ (5)

Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.”

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Saleh, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari Jabir yang mengatakan bahwa al-falaq artinya subuh.

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, “Al-falaq” bahwa makna yang dimaksud ialah subuh. Dan telah diriwayatkan halyangsemisal dari Mujahid, Sa’id ibnu Jubair, Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, Al-Hasan, Qatadah, Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, Ibnu Zaid, dan Malik, dari Zaid ibnu Aslam.

Al-Qurazi. Ibnu Zaid, dan Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:

فالِقُ الْإِصْباحِ

Dia menyingsingkan pagi. (Al-An’am: 96)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, “Al-falaq,” bahwa makna yang dimaksud ialah makhluk. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak, bahwa Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk membaca ta’awwuz dari kejahatan semua makhluk-Nya.

Ka’bul Ahbar mengatakan bahwa al-falaq adalah nama sebuah penjara di dalam neraka Jahanam; apabila pintunya dibuka, maka semua penghuni neraka menjerit karena panasnya yang sangat. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya, untuk itu ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Suhail ibnu Usman, dari seorang lelaki, dari As-Saddi, dari Zaid ibnu Ali, dari kakek moyangnya, bahwa mereka telah mengatakan bahwa al-falaq adalah nama sebuah sumur di dasar neraka Jahanam yang mempunyai tutup. Apabila tutupnya dibuka, maka keluarlah darinya api yang menggemparkan neraka Jahanam karena panasnya yang sangat berlebihan. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Amr ibnu Anbasah dan As-Saddi serta lain-lainnya.

Sehubungan dengan hal ini telah ada sebuah hadis marfu’ yang berpredikat munkar; untuk itu Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ishaq ibnu Wahb Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Mas’ud ibnu Musa ibnu Misykan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Khuzaimah Al-Khurrasani, dari Syu’aib ibnu Safwan, dari Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang telah bersabda:

«الْفَلَقُ جُبٌّ فِي جَهَنَّمَ مُغَطَّى»

Falaq adalah sebuah sumur di dalam neraka Jahanam yang mempunyai penutup.

Sanad hadis ini garib dan predikat marfu’-nya tidak sahih.

Abu Abdur Rahman Al-Habli telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, bahwa al-falaq adalah nama lain dari neraka Jahanam.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar adalah pendapat yang pertama, yaitu yang mengatakan bahwa sesungguhnya falaq adalah subuh. Pendapat inilah yang sahih dan dipilih oleh Imam Bukhari di dalam kitab sahihnya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ}

Dari kejahatan makhluk-Nya. (Al-Falaq: 2)

Yakni dari kejahatan semua makhluk. Sabit Al-Bannani dan Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan bahwa Jahanam, Iblis, dan keturunannya termasuk makhluk yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ}

Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3)

Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah bila matahari telah tenggelam; demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Mujahid. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abu Najih, dari Mujahid. Dan hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas, Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi. Ad-Dahhak. Khasif. Al-Hasan, dan Qatadah, bahwa sesungguhnya makna yang dimaksud ialah malam hari apabila datang dengan kegelapan.

Az-Zuhri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3) Yakni matahari apabila telah tenggelam.

Telah diriwayatkan pula dari Atiyyah dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3) Yaitu malam hari bila telah pergi.

Abu Mihzan mengatakan dari Abu Hurairah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3) Bahwa makna yang dimaksud ialah bintang.

Ibnu Zaid mengatakan, dahulu orang-orang Arab mengatakan bahwa al-gasiq artinya jatuhnya bintang surayya. Berbagai penyakit dan Ta’un mewabah seusai jatuhnya bintang surayya, dan menjadi Lenyap dengan sendirinya bila bintang surayya terbit. Yang dimaksud dengan jatuh ialah tenggelam.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa di antara asar yang bersumber dari mereka ialah apa yang diceritakan kepadaku oleh Nasr Ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Bakkar, dari Abdullah keponakan Hammam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz ibnu Umar, dari Abdur Rahman ibnu Auf, dari ayahnya, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sehubungan dengan makna firman-Nya: dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. (Al-Falaq: 3) Lalu beliau Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda, bahwa makna yang dimaksud ialah bintang bila telah tenggelam.

Menurut hemat saya, predikat marfu’ hadis ini tidak sahih sampai kepada Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah rembulan. Menurut hemat saya, yang dijadikan pegangan oleh orang-orang yang berpendapat demikian ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Daud Al-Hafri, dari Ibnu Abu Zi-b, dari Al-Haris ibnu Abu Salamah yang mengatakan bahwa Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu telah mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memegang tangannya, lalu memperlihatkan kepadanya rembulan saat terbitnya, kemudian beliau Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda:

«تَعَوَّذِي بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ هَذَا الْغَاسِقِ إِذَا وَقَبَ»

Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan rembulan ini apabila telah tenggelam.

Imam Turmuzi dan Imam Nasai telah meriwayatkan di dalam kitab tafsir dari kitab sunan masing-masing melalui hadis Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Zi-b, dari pamannya (yaitu Al-Haris ibnu Abdur Rahman) dengan lafazyang sama; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. Lafaznya berbunyi seperti berikut:

«تَعَوَّذِي بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ هَذَا فَإِنَّ هَذَا الْغَاسِقُ إِذَا وَقَبَ»

Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan (rembulan) ini, yaitu apabila ia telah tenggelam.

Menurut lafaz Imam Nasai disebutkan seperti berikut:

«تَعَوَّذِي بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ هَذَا، هَذَا الْغَاسِقُ إِذَا وَقَبَ»

Mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan (rembulan) ini, yaitu apabila ia telah tenggelam.

Orang-orang yang mengatakan pendapat pertama mengatakan bahwa rembulan merupakan pertanda malam hari bila telah muncul, dan ini tidaklah bertentangan dengan pendapat kami. Karena sesungguhnya rembulan merupakan pertanda malam hari dan rembulan tidak berperan kecuali hanya di malam hari. Demikian pula halnya dengan bintang-bintang; bintang-bintang tidak dapat bersinar kecuali di malam hari; dan hal ini sejalan dengan pendapat yang kami katakan; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ}

Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus pada buhul-buhul. (Al-Falaq:4)

Mujahid, Ikrimah. Al-Hasan. Qatadah. dan Ad-Dahhak telah mengatakan bahwa yang dimaksud ialah wanita-wanita penyihir. Mujahid mengatakan bahwa yaitu apabila wanita-wanita penyihir itu mengembus pada buhul-buhulnya.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Saur, dari Ma’mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya yang mengatakan bahwa tiada suatu perbuatan pun yang lebih mendekati kepada kemusyrikan selain dari ruqyatul hayyah dan majanin, yakni sejenis perbuatan sihir.

Di dalam hadis lain disebutkan bahwa Malaikat Jibril datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu bertanya, “Hai Muhammad, apakah engkau sakit?” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Ya.” Jibril berkata (yakni berdoa):

باسم اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ دَاءٍ يُؤْذِيكَ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ حَاسِدٍ وَعَيْنٍ، اللَّهُ يَشْفِيكَ

Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu dari semua penyakit yang mengganggumu dan dari kejahatan setiap orang yang dengki dan kejahatan pandangan mata; semoga Allah menyembuhkanmu.

Barangkali hal ini terjadi di saat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sakit akibat terkena sihir, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan dan menyembuhkannya, dan menolak rencana jahat para penyihir dan orang-orang yang dengki dari kalangan orang-orang Yahudi, lalu menimpakannya kepada mereka dan menjadikan kehancuran mereka oleh tipu muslihat mereka sendiri hingga mereka dipermalukan. Tetapi sekalipun mendapat perlakuan demikian, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak menegur atau mengecam pelakunya di suatu hari pun, bahkan beliau merasa cukup hanya meminta pertolongan kepada Allah, dan Dia menyembuhkan serta menyehatkannya.

Imam Ahmad mengatakan. telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Yazid ibnu Hibban, dari Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa seorang lelaki Yahudi menyihir Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam Karena itu, beliau merasa sakit selama beberapa hari.

Lalu datanglah Jibril dan berkata, “Sesungguhnya seorang lelaki Yahudi telah menyihirmu dan membuat suatu buhul yang ditujukan terhadapmu, lalu ia meletakkannya di dalam sumurmu.'” Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyuruh seseorang untuk mengambil buhul tersebut dari dalam sumur yang dimaksud. Setelah buhul itu dikeluarkan dari sumur, lalu diberikan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan beliau membukanya, maka dengan serta merta seakan-akan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam baru terlepas dari suatu ikatan. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah menyebutkan lelaki Yahudi itu dan tidak pula melihat mukanya sampai beliau wafat.

Imam Nasai telah meriwayatkan hadis ini dari Hamad, dari Abu Mu’awiyah alias Muhammad ibnu Hazim Ad-Darir.

Imam Bukhari mengatakan di dalam Kitabut Tib, dari kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan bahwa orang yang mula-mula menceritakan kisah ini kepada kami adalah ibnu Juraij. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku keluarga Urwah, dari Urwah, lalu aku menanyakan tentangnya kepada Hisyam, maka Hisyam mengatakan bahwa Urwah memang pernah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Aisyah Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah disihir hingga beliau beranggapan bahwa dirinya telah mendatangi istri-istrinya, padahal tidak.

Sufyan selanjutnya mengatakan bahwa sihir jenis ini merupakan sihir yang paling keras, bila pengaruhnya demikian. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

«يَا عَائِشَةُ أَعْلِمْتِ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَفْتَانِي فِيمَا اسْتَفْتَيْتُهُ فِيهِ؟ أَتَانِي رَجُلَانِ فَقَعَدَ أَحَدُهُمَا عِنْدَ رَأْسِي وَالْآخَرُ عِنْدَ رِجْلَيِّ، فَقَالَ الَّذِي عِنْدَ رَأْسِي لِلْآخَرِ: مَا بَالُ الرَّجُلِ؟ قَالَ: مَطْبُوبٌ ، قَالَ: وَمَنْ طَبَّهُ، قال لَبِيَدُ بْنُ أَعْصَمَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي زُرَيْقٍ حليف اليهود كان منافقا، قال: وَفِيمَ؟ قَالَ: فِي مُشْطٍ وَمُشَاقَةٍ ، قَالَ: وَأَيْنَ؟ قَالَ: فِي جُفِّ طَلْعَةِ ذَكَرٍ تَحْتَ رَعُوفَةٍ في بئر ذروان»

Hai Aisyah, tahukah engkau bahwa Allah telah memberiku nasihat tentang masalah yang aku telah memohon petunjuk dari-Nya mengenainya” Dua orang lelaki datang kepadaku yang salah seorangnya duduk di dekat kepalaku, sedangkan yang lainnya duduk di dekat kakiku. Maka orang yang ada di dekat kepalaku berkata kepada temannya, “Mengapa lelaki ini?” Ia menjawab, “Terkena sihir.” Orang yang berada dekat kepalaku bertanya, “Siapakah yang menyihirnya?” Ia menjawab, “Lubaid ibnu A ‘sam, seorang lelaki dari Bani Zuraiq teman sepakta orang-orang Yahudi, dia adalah seorang munafik.” Yang berada di dekat kepalaku bertanya, “Dengan apa?” Ia menjawab, “Sisir dan rambut.” Orang yang berada di dekat kepalaku bertanya, ‘ ‘Di taruh di mana?” Ia menjawab, “Di dalam mayang kurma jantan di bawah sebuah batu di dalam sumur Zirwan.”

Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendatangi sumur tersebut dan mengeluarkannya, kemudian beliau bersabda:

«هَذِهِ الْبِئْرُ الَّتِي أُرِيتُهَا وَكَأَنَّ مَاءَهَا نقاعة الحناء وكأن نخلها رؤوس الشياطين»

Inilah sumur yang diperlihatkan kepadaku dalam mimpiku; airnya seakan-akan seperti warna pacar (merah) dan pohon-pohon kurmanya seakan-akan seperti kepala-kepala setan.

Kemudian benda itu dikeluarkan dan dikatakan kepada beliau Shalallahu’alaihi Wasallam, “Tidakkah engkau membalikkannya?” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab:

«أَمَّا اللَّهُ فَقَدْ شَفَانِي وَأَكْرَهُ أَنْ أُثِيرَ عَلَى أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ شَرًّا»

Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya Allah telah menyembuhkan diriku, dan aku tidak suka menimpakan suatu keburukan terhadap seseorang.

Dan Imam Bukhari meng-isnad-kan hadis ini melalui Isa ibnu Yunus, Abu Damrah alias Anas ibnu Iyad, Abu Usamah, dan Yahya Al-Qattan, yang di dalamnya disebutkan bahwa Aisyah Radhiyallahu Anhu mengatakan bahwa beliau Shalallahu’alaihi Wasallam sering berilusi seakan-akan telah melakukan sesuatu padahal tidak. Dalam riwayat ini disebutkan pula bahwa setelah itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan agar sumur tersebut dimatikan, lalu ditimbun.

Imam Bukhari menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abuz Zanad dan Al-Lais ibnu Sa’d, dari Hisyam. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Abu Usamah alias Hammad ibnu Usamah dan Abdullah ibnu Namir. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Affan, dari Wahb, dari Hisyam dengan sanad yang sama.

Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Ibrahim ibnu Khalid, dari Ma’mar, dari Hisyam, dari ayahnya, dari Aisyah yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tinggal selama enam bulan sering mengalami seakan-akan mengerjakan sesuatu, padahal kenyataannya tidak. Kemudian datanglah kepadanya dua malaikat, salah seorang duduk di dekat kepalanya, sedangkan yang lain duduk di dekat kakinya.

Salah seorangnya berkata kepada yang lain, “Kenapa dia?” Yang lain menjawab, “Terkena sihir.” Ia bertanya, “Siapakah yang menyihirnya?” Yang lain menjawab, “Labid ibnul A’sam,” lalu disebutkan hingga akhir hadis.

Al-Ustaz Al-Mufassir As-Sa’labi telah menyebutkan di dalam kitab tafsirnya, bahwa ibnu Abbas dan Aisyah pernah menceritakan bahwa pernah ada seorang pemuda Yahudi menjadi pelayan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam Lalu orang-orang Yahudi mempengaruhi pemuda itu dengan gencarnya hingga pemuda itu mau menuruti kemauan mereka. Maka ia mengambil beberapa helai rambut Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan beberapa buah gigi sisir yang biasa dipakai oleh beliau Shalallahu’alaihi Wasallam, setelah itu kedua barang tersebut ia serahkan kepada orang-orang Yahudi.

Lalu mereka menyihir Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melalui kedua benda itu, dan orang yang melakukannya adalah salah seorang dari mereka yang dikenal dengan nama Ibnu A’sam. Kemudian kedua barang tersebut ia tanam di dalam sebuah sumur milik Bani Zuraiq yang dikenal dengan nama Zirwan. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengalami sakit dan rambut beliau kelihatan rontok. Beliau tinggal selama enam bulan seakan-akan mendatangi istri-istrinya, padahal kenyataannya tidak, dan beliau kelihatan gelisah dan tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada dirinya.

Ketika beliau sedang tidur, tiba-tiba ada dua malaikat datang kepadanya. Maka salah seorangnya duduk di dekat kepalanya, sedangkan yang lain duduk di dekat kakinya. Malaikat yang ada di dekat kakinya bertanya kepada malaikat yang ada di dekat kepalanya, “Apakah yang dialami oleh lelaki ini?” Ia menjawab, “Pengaruh Tib.” Yang ada di dekat kakinya bertanya, “Apakah Tib itu?” Ia menjawab, “Sihir.” Yang ada di dekat kakinya bertanya “Siapakah yang menyihirnya?” Ia menjawab, “Labid Ibnul A’sam, seorang Yahudi.” Malaikat yang ada di dekat kakinya bertanya, “Dengan apakah ia menyihirnya?” Ia menjawab, “Dengan rambutnya dan gigi sisirnya.” Yang ada di dekat kakinya bertanya, “Di manakah hal itu diletakkan?” Ia menjawab, “Di dalam mayang kurma jantan di bawah batu yang ada di dalam sumur Zirwan.”

Al-juff artinya. kulit mayang kurma. Dan ar-raufah adalah sebuah batu yang di dalam sumur, tetapi menonjol digunakan untuk tempat berdirinya orang yang mengambil air.

Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam terbangun dalam keadaan terkejut, lalu bersabda: Hai Aisyah, tidakkah engkau mengetahui bahwa Allah telah menceritakan kepadaku tentang penyakitku ini.

Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyuruh Ali, Az-Zubair, dan Ammar ibnu Yasir untuk mengeringkan sumur tersebut; maka mereka bertiga mengeringkan sumur itu, yang airnya kelihatan seakan-akan seperti warna pacar (merah). Mereka bertiga mengangkat batu itu dan mengeluarkan mayang kurma yang ada di bawahnya. Maka ternyata di dalamnya terdapat beberapa helai rambut Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan beberapa gigi sisirnya, dan tiba-tiba di dalamnya terdapat benang yang berbuhul (mempunyai ikatan) sebanyak dua belas ikatan yang ditusuk dengan jarum.

Maka Allah menurunkan dua surat Mu’awwizatain, dan setiap kali Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam membaca suatu ayat dari kedua surat tersebut, beliau merasa agak ringan, hingga terlepaslah semua ikatan benang itu dan bangkitlah beliau seakan-akan baru terlepas dari ikatan. Sedangkan Jibril ‘alaihissalam mengucapkan: Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang mengganggumu dari orang yang dengki dan pandangan mata yang jahat; semoga Allah menyembuhkanmu.

Setelah itu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami menangkap orang yang jahat itu dan membunuhnya?” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab:

“أما أَنَا فَقَدَ شَفَانِي اللَّهُ، وَأَكْرَهُ أَنْ يُثِيرَ عَلَى النَّاسِ شَرًّا”

Adapun diriku telah disembuhkan oleh Allah, dan aku tidak suka menimpakan keburukan terhadap orang lain.

Demikianlah bunyi hadis ini tanpa isnad, di dalamnya terdapat hal yang garib dan pada sebagiannya terdapat mungkar yang parah, dan sebagiannya lagi ada yang diperkuat oleh hadis-hadis yang telah disebutkan di atas. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

******************

Demikian pembahasan kita kali ini mengenai Tafsir Surat Al-Falaq ayat 1-5 Imam Ibnu Katsir. Semoga dengan pembahasan yang singkat ini kita mendapatkan banyak faedah, serta dapat kita implementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Jangan lupa pula, bagikan artikel ini ke sosial media kalian, agar semakin banyak kaum muslimin yang memahami kandungan ayat di dalam surat Al-falaq. 

Lainnya: Tafsir Surat An-Nas ayat 1-6

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *