Tafsir Ayat Kursi
Tafsir Ayat Kursi Imam Ibnu Katsir

Tafsir Ayat Kursi Imam Ibnu Katsir

{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255) }

Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk, dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah melainkan dengan seizin-Nya. Allah mengetahui semua apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.

Ayat ini disebut “ayat Kursi”, ia mempunyai kedudukan yang besar.

Di dalam sebuah hadis sahib, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam disebutkan bahwa ayat Kursi merupakan ayat yang paling utama di dalam Kitabullah.

Imam Ahmad mengatakan:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَعِيدٍ الْجَرِيرِيِّ عَنْ أَبِي السَّلِيلِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ أُبَيٍّ -هُوَ ابْنُ كَعْبٍ-أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَهُ: “أَيُّ آيَةٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ أَعْظَمُ”؟ قَالَ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَرَدَّدَهَا مِرَارًا ثُمَّ قَالَ أُبَيٌّ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ. قَالَ: “لِيَهْنك الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ لَهَا لِسَانًا وَشَفَتَيْنِ تُقَدِّسُ الْمَلِكَ عِنْدَ سَاقِ الْعَرْشِ”

telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sa’id Al-Jariri, dari Abus Salil, dari Abdullah ibnu Rabah, dari Ubay ibnu Ka’b, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bertanya kepadanya, “Ayat Kitabullah manakah yang paling agung?” Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengulang-ulang pertanyaannya, maka Ubay menjawab, “Ayat Kursi.” Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Selamatlah dengan ilmu yang kamu miliki, hai Abul Munzir. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya ayat Kursi itu mempunyai lisan dan sepasang bibir yang selalu menyucikan Tuhan Yang Mahakuasa di dekat pilar Arasy.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abdul A’la ibnu Abdul A’la, dari Al-Jariri dengan lafaz yang sama. Akan tetapi, pada hadis yang ada pada Imam Muslim tidak terdapat kalimat “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya”, hingga akhir hadis.

Hadis   yang   lain   diriwayatkan   dari   Ubay   pula   mengenai keutamaan ayat Kursi  ini.  Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli mengatakan:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا مُبَشِّرٌ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عَبْدَةَ بْنِ أَبِي لُبَابَةَ  عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ أَبَاهُ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ كَانَ لَهُ جُرْنٌ فِيهِ تَمْرُّ قَالَ: فَكَانَ أُبَيٌّ يَتَعَاهَدُهُ فَوَجَدَهُ يَنْقُصُ قَالَ: فَحَرَسَهُ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَإِذَا هُوَ بِدَابَّةٍ شَبِيهُ الْغُلَامِ الْمُحْتَلِمِ قَالَ: فَسَلَّمَتْ عَلَيْهِ فَرَدَّ السَّلَامَ. قَالَ: فَقُلْتُ: مَا أَنْتَ، جِنِّيٌّ أَمْ إِنْسِيٌّ؟ قَالَ: جِنِّيٌّ. قُلْتُ: نَاوِلْنِي يَدَكَ. قَالَ: فَنَاوَلَنِي، فَإِذَا يَدُ كَلْبٍ وَشَعْرُ كَلْبٍ. فَقُلْتُ: هَكَذَا خَلْقُ الْجِنُّ؟ قَالَ: لَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنُّ مَا فِيهِمْ أَشَدُّ مِنِّي، قُلْتُ: فَمَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ؟ قَالَ: بَلَغَنِي أَنَّكَ رَجُلٌ تُحِبُّ الصَّدَقَةَ فَأَحْبَبْنَا أَنَّ نُصِيبَ مِنْ طَعَامِكَ. قَالَ: فَقَالَ لَهُ  فَمَا الَّذِي يُجِيرُنَا مِنْكُمْ؟ قَالَ: هَذِهِ الْآيَةُ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ. ثُمَّ غَدَا إِلَى النَّبِيِّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “صَدَقَ الْخَبِيثُ”.

telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Maisarah, dari Al-Auza’i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Ubaidah ibnu Abu Lubabah, dari Abdullah ibnu Ubay ibnu Ka’b yang menceritakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa ia memiliki sebuah wadah besar yang berisikan buah kurma. Ayahnya biasa menjaga tong berisikan kurma itu, tetapi ia menjumpai isinya berkurang. Di suatu malam ia menjaganya, tiba-tiba ia melihat seekor hewan yang bentuknya mirip dengan anak lelaki yang baru berusia balig. Lalu aku (Ka’b) bersalam kepadanya dan ia menyalami salamku. Aku bertanya, “Siapakah kamu, jin ataukah manusia?” Ia menjawab, “Jin.” Aku berkata, “Kemarikanlah tanganmu ke tanganku.” Maka ia mengulurkan tangannya ke tanganku, ternyata tangannya seperti kaki anjing, begitu pula bulunya. Lalu aku berkata, “Apakah memang demikian bentuk jin itu?” Ia menjawab, “Kamu sekarang telah mengetahui jin, di kalangan mereka tidak ada yang lebih kuat daripada aku.” Aku bertanya, “Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?” Ia menjawab, ‘Telah sampai kepadaku bahwa kamu adalah seorang manusia yang suka bersedekah, maka kami ingin memperoleh sebagian dari makananmu.” Lalu ayahku (Ka’b) berkata kepadanya, “Hal apakah yang dapat melindungi kami dari gangguan kalian?” Jin itu menjawab, “Ayat ini,” yakni ayat Kursi. Pada keesokan harinya Ka’b berangkat menemui Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu menceritakan hal itu kepadanya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Benarlah (apa yang dikatakan oleh) si jahat itu.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya. melalui hadis Abu Daud At-Tayalisi, dari Harb ibnu Syaddad, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Al-Hadrami ibnu Lahiq, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ubay ibnu Ka’b, dari kakeknya dengan lafaz yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat sahih, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.

Jalur yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ غِيَاثٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا السَّلِيلِ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ النَّاسَ حَتَّى يَكْثُرُوا عَلَيْهِ فَيَصْعَدُ عَلَى سَطْحِ بَيْتٍ فَيُحَدِّثُ النَّاسَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَيُّ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ أَعْظَمُ؟ ” فقال رجل: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ} قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ كَتِفَيَّ وَقَالَ: “لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ”

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Itab yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abus Salil menceritakan hadis berikut: Ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam menceritakan hadis kepada orang-orang hingga banyak orang yang datang kepadanya. Lalu lelaki itu naik ke loteng sebuah rumah dan menceritakan hadis (dari tempat itu) kepada orang banyak. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajukan pertanyaan (kepada lelaki itu), “Ayat Al-Qur’an manakah yang paling agung?” Lelaki itu menjawab: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah; 255) Lelaki itu melanjutkan kisahnya, “Setelah itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam meletakkan tangannya di antara kedua pundakku, dan aku merasakan kesejukan di antara kedua susuku.” Atau ia mengatakan, “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam meletakkan tangannya di antara kedua susuku dan aku merasakan kesejukan tangannya menembus sampai ke bagian di antara kedua pundakku,” lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Selamatlah dengan ilmumu itu, hai Abul Munzir.

Hadis yang lain diriwayatkan dari Al-Asqa’ Al-Bakri.

Imam Tabrani mengatakan: telah menceritakan kepada kami Abu Yazid Al-Qaratisi, telah menceritakan kepada kami Ya’qub ibnu Abu Abbad Al-Maliki, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Ata atau Maula Ibnul Asqa’, seorang lelaki yang jujur; dia menceritakan hadis ini dari Al-Asqa’ Al-Bakri. Disebutkan bahwa ia pernah mendengar Al-Asqa’ menceritakan hadis berikut: Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam datang kepada mereka dengan ditemani oleh orang-orang suffah dari kalangan Muhajirin. Lalu ada seorang lelaki bertanya kepadanya, “Ayat apakah yang paling agung di dalam Al-Qur’an?” Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membacakan firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255), hingga akhir ayat.

Hadis lain diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu Anhu

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنِي سَلَمَةَ بْنُ وَرْدَانَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم سَأَلَ رَجُلًا مِنْ صَحَابَتِهِ فَقَالَ: “أَيْ فُلَانُ هَلْ تَزَوَّجْتَ”؟ قَالَ: لَا وَلَيْسَ عِنْدِي مَا أَتَزَوَّجُ بِهِ. قَالَ: “أَوَلَيَسَ مَعَكَ: {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} “؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: “رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ: {قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ} “؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: “رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ {إِذَا زُلْزِلَتِ} “؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: “رُبُعُ الْقُرْآنِ أَلَيْسَ مَعَكَ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ [وَالْفَتْحُ] } “؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: “رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ آيَةُ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ } “؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: “رُبُعُ الْقُرْآنِ

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Wardan, bahwa sahabat Anas ibnu Malik pernah menceritakan hadis berikut kepadanya: Bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bertanya kepada salah seorang lelaki dari kalangan sahabatnya, untuk itu beliau bertanya, “Hai Fulan, apakah kamu sudah kawin?” Lelaki itu menjawab, “Belum, karena aku tidak mempunyai biaya untuk kawin.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya, “Bukankah kamu telah hafal qul huwallahu ahad (surat Al-Ikhlas)?” Lelaki itu menjawab, “Memang benar.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Seperempat Al-Qur’an.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya, “Bukankah kamu telah hafal qul ya ayyuhal kafirun (surat Al-Kafirun)?” Lelaki itu menjawab, “Memang benar.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,    “Seperempat   Al-Qur’an.”   Nabi   Shalallahu’alaihi Wasallam   bertanya, “Bukankah kamu telah hafal Ida zulzilal (surat Az-Zalzalah)?” Lelaki itu menjawab,  “Memang benar.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Seperempat Al-Qur’an.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya, “Bukankah kamu hafal Ida ja’a nasrullahi (surat An-Nasr)?” Lelaki itu menjawab, “Memang   benar.”   Nabi   Shalallahu’alaihi Wasallam   bersabda,    “Seperempat   Al-Qur ‘an.”   Nabi   Shalallahu’alaihi Wasallam   bertanya,    “Bukankah   kamu   hafal  ayat Kursi. yaitu ‘Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia’?”Lelaki itu menjawab, “Memang benar.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Seperempat Al-Qur’an.”

Hadis lain diriwayatkan dari Abu Zar, yaitu Jundub ibnu Junadah.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:حَدَّثْنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ أَنْبَأَنِي أَبُو عُمَرَ الدِّمَشْقِيُّ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ الْخَشْخَاشِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَجَلَسْتُ. فَقَالَ: “يَا أَبَا ذَرٍّ هَلْ صَلَّيْتَ؟ ” قُلْتُ: لَا. قَالَ: “قُمْ فَصَلِّ” قَالَ: فَقُمْتُ فَصَلَّيْتُ ثُمَّ جَلَسْتُ فَقَالَ: “يَا أَبَا ذَرٍّ تَعَوَّذ بِالْلَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ” قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ؟ قَالَ: “نَعَمْ” قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ الصَّلَاةُ؟ قَالَ: “خَيْرُ مَوْضُوعٍ مَنْ شَاءَ أَقَلَّ وَمَنْ شَاءَ أَكْثَرَ”. قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصَّوْمُ؟ قَالَ: “فَرْضٌ مُجْزِئ وَعِنْدَ اللَّهِ مَزِيدٌ” قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصَّدَقَةُ؟ قَالَ: “أَضْعَافٌ مُضَاعَفَةٌ”. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَيُّهَا أَفْضَلُ؟ قَالَ: “جُهْدٌ مِنْ مُقِلٍّ أَوْ سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ” قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْأَنْبِيَاءِ كَانَ أَوَّلَ؟ قَالَ: “آدَمُ” قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَنَبِيٌّ (9) كَانَ؟ قَالَ: “نَعِمَ نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ” قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمِ الْمُرْسَلُونَ؟ قَالَ: “ثَلَثُمِائَةٍ وَبِضْعَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا” وَقَالَ مَرَّةً: “وَخَمْسَةَ عَشَرَ” قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّمَا أُنْزِلَ عَلَيْكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: “آيَةُ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ}

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki’ ibnul Jarrah, telah menceritakan kepada kami Al-Mas’udi, telah menceritakan kepadaku Abu Umar Ad-Dimasyqi, dari Ubaid ibnul Khasykhasy, dari Abu Zar Radhiyallahu Anhu yang menceritakan hadis berikut: Aku datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang saat itu berada di dalam masjid, lalu aku duduk, maka beliau bersabda, “Hai Abu Zar, apakah kamu telah salat?” Aku menjawab, “Belum.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Bangkitlah dan salatlah!” Aku bangkit dan salat, kemudian duduk lagi. Maka beliau bersabda, “Hai Abu Zar, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan-setan manusia dan jin.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setan ada yang berupa manusia?” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Ya.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan salat?” Beliau menjawab, “Salat merupakan sebaik-baik tempat. Barang siapa yang ingin sedikit melakukannya, ia boleh mengerjakannya sedikit; dan barang siapa yang ingin mengerjakannya banyak, maka ia boleh mengerjakannya banyak.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan ibadah puasa?” Beliau menjawab, “Puasa adalah fardu yang pasti diberi balasan pahala dan di sisi Allah ada (pahala) tambahan-(nya).” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan sedekah?” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Pahalanya dilipatgandakan dengan penggandaan yang banyak.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang paling afdal?” Beliau menjawab, “Jerih payah dari orang yang miskin atau sedekah kepada orang fakir dengan sembunyi-sembunyi.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, nabi manakah yang paling pertama?” Beliau menjawab, “Adam.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Adam adalah seorang nabi (rasul)?” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Ya, dia adalah seorang nabi yang diajak berbicara (secara langsung oleh Allah).” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para rasul itu?” Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Tiga ratus lebih belasan orang, jumlah yang banyak,” dan di lain waktu disebutkan “Lebih lima belas orang.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, ayat apakah yang paling agung di antara yang diturunkan kepada engkau?” Beliau menjawab, “Ayat Kursi, yaitu ‘Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)’ (Al-Baqarah: 255).” (Riwayat Imam Nasai)

Hadis lain diriwayatkan dari Abu Ayyub, yaitu Khalid ibnu Zaid Al-Ansari Radhiyallahu Anhu

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ أَخِيهِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ أَبِي أَيُّوبَ: أَنَّهُ كَانَ فِي سَهْوَةٍ لَهُ، وَكَانَتِ الْغُولُ تَجِيءُ فَتَأْخُذُ فَشَكَاهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَقَالَ: “فَإِذَا رَأَيْتَهَا فَقُلْ: بِاسْمِ اللَّهِ أَجِيبِي رَسُولَ اللَّهِ”. قَالَ: فَجَاءَتْ فَقَالَ لَهَا: فَأَخَذَهَا فَقَالَتْ: إِنِّي لَا أَعُودُ. فَأَرْسَلَهَا فَجَاءَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ؟ ” قَالَ: أَخَذْتُهَا فَقَالَتْ لِي: إِنِّي لَا أَعُودُ، إِنِّي لَا أَعُودُ. فَأَرْسَلْتُهَا، فَقَالَ : “إِنَّهَا عَائِدَةٌ” فَأَخَذْتُهَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلُّ ذَلِكَ تَقُولُ: لَا أَعُودُ. وَأَجِيءُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ: “مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ؟ ” فَأَقُولُ: أَخَذْتُهَا فَتَقُولُ: لَا أَعُودُ. فَيَقُولُ: “إِنَّهَا عَائِدَةٌ” فَأَخَذْتُهَا فَقَالَتْ: أَرْسِلْنِي وَأُعُلِّمُكَ شَيْئًا تَقُولُهُ فَلَا يَقْرَبُكَ شَيْءٌ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: “صَدَقَتْ وَهِيَ كَذُوبٌ”.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Laila, dari saudaranya (yaitu Abdur Rahman ibnu Abu Laila), dari Abu Ayyub, bahwa ia selalu kedatangan jin yang mengganggu dalam tidurnya. Ia mengadukan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepadanya: Apabila kamu melihatnya, maka ucapkanlah, “Bismillah (dengan menyebut asma Allah), tunduklah kepada Rasulullah!” Ketika jin itu datang, Abu Ayyub mengucapkan kalimat tersebut dan akhirnya ia dapat menangkapnya. Tetapi jin itu berkata, “Sesungguhnya aku tidak akan kembali lagi,” maka Abu Ayyub melepaskannya. Abu Ayyub datang dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya, “Apakah yang telah dilakukan oleh -tawananmu?” Abu Ayyub menjawab, “Aku dapat menangkapnya dan ia berkata bahwa dirinya tidak akan kembali lagi, akhirnya dia kulepaskan.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Sesungguhnya dia akan kembali lagi.” Abu Ayyub melanjutkan kisahnya, “Aku menangkapnya kembali sebanyak dua atau tiga kali. Setiap kutangkap, ia mengatakan, ‘Aku sudah kapok dan tidak akan kembali menggoda lagi.’ Aku datang lagi kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan beliau bertanya, ‘Apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu?’ Aku menjawab, ‘Aku menangkapnya dan ia berkata bahwa tidak akan kembali lagi.’ Maka beliau Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya dia akan kembali lagi.’ Kemudian aku menangkapnya kembali dan ia berkata, ‘Lepaskanlah aku, dan aku akan mengajarkan kepadamu suatu kalimat yang harus kamu ucapkan, niscaya tiada sesuatu pun yang berani mengganggumu, yaitu ayat Kursi’. Abu Ayyub datang-‘kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan menceritakan hal itu kepadanya. Lalu beliau Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda: Engkau benar, tetapi dia banyak berdusta.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi di dalam Bab “Keutamaan Al-Qur’an”, dari Bandar, dari Abu Ahmad Az-Zubairi dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan garib.

Makna al-gaul yang ada dalam teks hadis menurut istilah bahasa adalah jin yang menampakkan dirinya di malam hari.

Imam Bukhari menyebutkan pula kisah hadis ini dari sahabat Abu Hurairah. Imam Bukhari di dalam Bab “Fadailil Qur’an (Keutamaan Al-Qur’an)”, yaitu bagian Wakalah, mengenai sifat iblis, dalam kitab sahihnya mengatakan:

قَالَ عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ أَبُو عَمْرٍو حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ وَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ وَلِي حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ. قَالَ: فَخَلَّيْتُ عَنْهُ. فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ ” قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالًا فَرحِمْتُه وَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: “أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبك وَسَيَعُودُ” فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِنَّهُ سَيَعُودُ” فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: دَعْنِي فَإِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ لَا أَعُودُ. فَرَحِمْتُهُ وَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ ” قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً وَعِيَالًا فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: “أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ” فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَهَذَا آخَرُ ثَلَاثِ مَرَّاتٍ أنَّك تَزْعُمُ أَنَّكَ لَا تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ. فَقَالَ: دَعْنِي أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا. قُلْتُ: مَا هُنَّ . قَالَ: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ ” قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِي كَلِمَاتٍ يَنْفَعُنِي اللَّهُ بِهَا فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: “مَا هِيَ؟ ” قَالَ: قَالَ لِي: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَقَالَ لِي: لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ. وَكَانُوا أَحْرَصَ شَيْءٍ على الخير، فقال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَمَا إِنَّهُ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُذْ  ثَلَاثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ ” قُلْتُ: لَا قَالَ: “ذَاكَ شَيْطَانٌ”.

bahwa Usman ibnul Haisam yang dijuluki Abu Amr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang menceritakan hadis berikut: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menugasi diriku untuk menjaga (hasil) zakat Ramadan. Datanglah kepadaku seseorang yang langsung mengambil sebagian dari makanan, maka aku menangkapnya dan kukatakan (kepadanya), “Sungguh aku akan melaporkan kamu kepada Rasulullah.” Ia menjawab, “Lepaskanlah aku, sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak anak serta aku dalam keadaan sangat perlu (makanan).” Aku melepaskannya, dan pada pagi harinya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda (kepadaku), “Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadu tentang kemiskinan yang sangat dan banyak anak, hingga aku kasihan kepadanya, maka kulepaskan dia.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi.” Aku mengetahui bahwa dia pasti akan kembali karena sabda Rasul Shalallahu’alaihi Wasallam yang mengatakan bahwa dia akan kembali. Untuk itu aku mengintainya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan itu. Maka kutangkap dia, dan aku berkata kepadanya, “Sungguh aku akan melaporkanmu kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam” Ia berkata, “Lepaskanlah aku, karena sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak tanggungan anak-anak, aku kapok tidak akan kembali lagi.” Aku merasa kasihan kepadanya dan kulepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya kepadaku, “Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan keadaannya yang miskin dan banyak anak, aku merasa kasihan kepadanya, akhirnya terpaksa kulepaskan dia.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi.” Kuintai untuk yang ketiga kalinya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan. Maka aku tangkap dia, dan kukatakan kepadanya, “Sungguh aku akan menghadapkan dirimu kepada Rasulullah. Kali ini untuk yang ketiga kalinya kamu katakan bahwa dirimu tidak akan kembali, tetapi ternyata kamu kembali lagi.” Ia menjawab, “Lepaskanlah aku, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yang akan membuatmu mendapat manfaat dari Allah karenanya.” Aku bertanya, “Kalimat-kalimat apakah itu?” Ia menjawab, “Apabila kamu hendak pergi ke peraduanmu, maka bacalah ayat Kursi, yaitu ‘Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)’, hingga kamu selesaikan ayat ini. Sesungguhnya engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tiada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya.” Maka aku lepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya kepadaku, “Apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, dia menduga bahwa dirinya mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang menyebabkan aku mendapat manfaat dari Allah karenanya, maka dia kulepaskan.” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya, “Apakah kalimat-kalimat   itu?”   Aku   menjawab,   “Dia   mengatakan   kepadaku, ‘Apabila engkau hendak pergi ke peraduanmu, bacalah ayat Kursi dari awal hingga akhir ayat, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya).’ Dia mengatakan kepadaku, ‘Engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tidak ada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya’.” Sedangkan para sahabat adalah orang-orang yang paling suka kepada kebaikan. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya dia percaya kepadamu, tetapi dia sendiri banyak berdusta. Hai Abu Hurairah, tahukah kamu siapakah orang yang kamu ajak bicara selama tiga malam itu?” Aku menjawab, “Tidak.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Dia adalah setan.”

Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari secara ta’liq dengan memakai ungkapan yang tegas. Imam Nasai meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah melalui Ibrahim ibnu Ya’qub, dari Usman ibnul Haisam, lalu ia menuturkan hadis ini.

Telah diriwayatkan dari jalur yang lain melalui Abu Hurairah dengan konteks yang lain, tetapi maknanya berdekatan dengan hadis ini. Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan di dalam kitab tafsirnya:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرَوَيْهِ الصَّفَّارُ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ زُهَيْرِ بْنِ حَرْبٍ أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ الْعَبْدِيُّ أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُتَوَكِّلِ النَّاجِيُّ: أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ مَعَهُ مِفْتَاحُ بَيْتِ الصَّدَقَةِ وَكَانَ فِيهِ تَمْرٌ فَذَهَبَ يَوْمًا فَفَتَحَ الْبَابَ فَوَجَدَ التَّمْرَ قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مَلْءُ كَفٍّ وَدَخَلَ يَوْمًا آخَرَ فَإِذَا قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مَلْءُ كَفٍّ ثُمَّ دَخَلَ يَوْمًا آخَرَ ثَالِثًا فَإِذَا قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مِثْلُ ذَلِكَ. فَشَكَا ذَلِكَ أَبُو هُرَيْرَةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “تُحِبُّ أَنَّ تَأْخُذَ صَاحِبَكَ هَذَا؟ ” قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: “فَإِذَا فَتَحَتَ الباب فقل: سبحان من سخرك محمد” فَذَهَبَ فَفَتَحَ الْبَابَ فَقَالَ: سُبْحَانَ مَنْ سَخَّرَكَ محمد . فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ: يَا عَدُوَّ اللَّهِ أَنْتَ صَاحِبُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ دَعْنِي فَإِنِّي لَا أَعُودُ مَا كُنْتُ آخِذًا إِلَّا لِأَهْلِ بَيْتٍ مِنَ الْجِنِّ فُقَرَاءَ، فَخَلَّى عَنْهُ ثُمَّ عَادَ الثَّانِيَةَ ثُمَّ عَادَ الثَّالِثَةَ. فَقُلْتُ: أَلَيْسَ قَدْ عَاهَدْتَنِي أَلَّا تَعُودَ؟ لَا أَدْعُكَ الْيَوْمَ حَتَّى أَذْهَبَ بِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تَفْعَلْ فَإِنَّكَ إِنْ تَدَعْنِي عَلَّمْتُكَ كَلِمَاتٍ إِذَا أَنْتَ قُلْتَهَا لَمْ يَقَرَبْكَ أَحَدٌ مِنَ الْجِنِّ صَغِيرٌ وَلَا كَبِيرٌ ذَكَرٌ وَلَا أُنْثَى قَالَ لَهُ: لَتَفْعَلَنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: مَا هُنَّ؟ قَالَ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ حَتَّى خَتَمَهَا فَتَرَكَهُ فَذَهَبَ فَأَبْعَدَ فَذَكَرَ ذَلِكَ أَبُو هُرَيْرَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ ذَلِكَ كَذَلِكَ؟ “.

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Amruwaih As-Saffar, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Muslim Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Abul Mutawakkil An-Naji, bahwa sahabat Abu Hurairah diserahi tugas memegang kunci rumah sedekah (Baitul Mal) yang di dalamnya saat itu terdapat buah kurma. Pada suatu hari ia berangkat menuju rumah sedekah dan membuka pintunya, ternyata dia menjumpai buah kurma telah diambil sebanyak segenggam tangan penuh. Di hari yang lain ia memasukinya, dan menjumpainya telah diambil sebanyak segenggam tangan penuh pula. Pada hari yang ketiganya ia kembali memasukinya, ternyata telah diambil lagi sebanyak segenggam tangan penuh, sama dengan hari-hari sebelumnya. Kemudian Abu Hurairah melaporkan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam Maka beliau Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda kepadanya: “Apakah engkau ingin menangkap seterumu itu?” Abu Hurairah menjawab, “Ya.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Apabila kamu membuka pintunya, maka katakanlah, ‘Mahasuci Tuhan yang telah menundukkanmu kepada Muhammad’.” Maka Abu Hurairah berangkat dan membuka pintu rumah sedekah itu, lalu mengucapkan, “Mahasuci Tuhan yang telah menundukkanmu kepada Muhammad.” Dengan tiba-tiba muncul sesosok makhluk di hadapannya, lalu Abu Hurairah berkata, “Hai musuh Allah, kamukah yang melakukan ini?” Ia menjawab, “Ya, lepaskanlah aku, sungguh aku tidak akan kembali lagi. Tidak sekali-kali aku mengambil ini melainkan untuk ahli bait dari kalangan makhluk jin yang miskin.” Maka Abu Hurairah melepaskannya. Pada hari yang kedua jin itu kembali lagi, begitu pula pada hari yang ketiganya. Abu Hurairah berkata, “Bukankah kamu telah berjanji kepadaku bahwa kamu tidak akan kembali lagi? Aku tidak akan melepaskanmu pada hari ini sebelum aku hadapkan kamu kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam” Jin itu menjawab, “Tolong jangan kamu lakukan itu. Jika kamu melepaskan diriku, aku sungguh-sungguh akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yang bila kamu ucapkan niscaya tidak ada satu jin pun yang mendekatimu, baik jin kecil maupun jin besar, jin laki-laki maupun jin perempuan.” Abu Hurairah bertanya, “Kamu sungguh akan melakukannya?” Jin itu menjawab, “Ya.” Abu Hurairah bertanya, “Apakah kalimat-kalimat itu?” Jin itu membacakan ayat Kursi hingga akhir ayat, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255), hingga akhir ayat. Maka Abu Hurairah melepaskannya, lalu jin itu pergi dan tidak kembali lagi. Selanjutnya Abu Hurairah menuturkan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam Beliau Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Tidakkah kamu tahu, memang hal tersebut adalah seperti apa yang dikatakannya.”

Imam Nasai meriwayatkan pula dari Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah, dari Syu’aib ibnu Harb, dari Ismail ibnu Muslim, dari Abul Mutawakkil, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama. Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan hadis dari Ubay ibnu Ka’b, menceritakan hal yang semisal. Semuanya itu merupakan tiga peristiwa.

Kisah yang lain diriwayatkan oleh Abu Ubaid di dalam Kitabul Garib-nya: telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, dari Abu Asim As-Saqafi, dari Asy-Sya’bi, dari Abdullah ibnu Mas’ud, bahwa ada seorang lelaki dari kalangan manusia berangkat, lalu ia bersua dengan lelaki dari kalangan makhluk jin. Jin berkata kepadanya, “Maukah engkau berkelahi denganku? Jika kamu dapat mengalahkan aku, aku akan mengajarkan kepadamu suatu ayat yang jika kamu katakan ketika hendak memasuki rumahmu niscaya tidak ada setan yang berani memasukinya.” Maka manusia itu berkelahi dengannya, dan ternyata dia dapat mengalahkannya. Lalu si manusia berkata, “Sesungguhnya aku menjumpaimu berbadan kurus lagi kasar, seakan-akan kedua tanganmu seperti tangan (kaki depan) anjing. Apakah memang demikian semua bentuk dan rupa kalian golongan jin, ataukah kamu hanya salah satu dari mereka?” Jin itu menjawab, “Sesungguhnya aku di antara mereka adalah jin yang paling kuat Sekarang marilah kita bertarung lagi.” Maka manusia itu bertarung dengannya dan dapat mengalahkannya. Akhirnya jin itu berkata: Kamu baca ayat Kursi, karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang membacanya bila hendak memasuki rumahnya, melainkan setan (yang ada di dalamnya) keluar seraya terkentut-kentut, seperti suara keledai. Kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas’ud, “Apakah yang dimaksud dengan manusia tersebut adalah sahabat Umar?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Siapa lagi orangnya kalau bukan Umar.”

Abu Ubaid mengatakan bahwa ad-dail artinya bertubuh kurus, dan al-khaikh yang adakalanya juga dibaca al-haih artinya suara kentut.

Hadis lain diriwayatkan dari Abu Hurairah.

Imam Hakim (yaitu Abu Abdullah) telah mengatakan di dalam kitab Mustadrak-nya:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَمْشَاذَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنِي حَكِيمُ بْنُ جُبَير الْأَسَدِيُّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “سُورَةُ الْبَقَرَةِ فِيهَا آيَةٌ سَيِّدَةُ آيِ الْقُرْآنِ لَا تُقْرَأُ فِي بَيْتٍ فِيهِ شَيْطَانٌ إِلَّا خَرَجَ مِنْهُ! آيَةُ الْكُرْسِيِّ”. 

telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hamsyad, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Hakim ibnu Jubair Al-Asadi, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda: Surat Al-Baqarah di dalamnya terdapat sebuah ayat, yaitu penghulu semua ayat Al-Qur’an. Tidak sekali-kali ia dibaca di dalam sebuah rumah yang ada setannya, melainkan setan itu pasti keluar darinya, yaitu ayat Kursi.

Hal yang sama diriwayatkan melalui jalur lain, dari Zaidah, dari Hakim ibnu Jubair, lalu Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya. Demikianlah menurut Imam Hakim.

Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Zaidah yang lafaz (teks) yang berbunyi seperti berikut:

“لِكُلِّ شَيْءٍ سِنَامٌ وَسِنَامُ الْقُرْآنِ سُورَةُ البقرة وفيها آية هي سيدة آي القرآن: آيَةُ الْكُرْسِيِّ”.

Segala sesuatu itu mempunyai puncaknya, dan puncak Al-Qur’an ialah surat Al-Baqarah; di dalamnya terdapat sebuah ayat, penghulu semua ayat Al-Qur’an, yaitu ayat Kursi.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali dari hadis Hakim ibnu Jubair. Sedangkan sehubungan dengan Hakim ibnu Jubair ini, Syu’bah meragukannya dan menilainya daif.

Menurut kami, Hakim ibnu Jubair dinilai daif pula oleh Ahmad, Yahya ibnu Mu’in, dan bukan hanya seorang dari kalangan para Imam. Ibnu Mahdi tidak memakai hadisnya, dan As-Sa’di menilainya dusta.

Hadis yang lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih. Disebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي بْنُ نَافِعٍ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْبُخَارِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبِي أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ مُوسَى غُنْجَار عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَيْسان، أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ عَقِيلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ: أَنَّهُ خَرَجَ ذَاتَ يَوْمٍ إِلَى النَّاسِ وَهُمْ سَمَاطَاتٌ فَقَالَ: أَيُّكُمْ يُخْبِرُنِي بِأَعْظَمِ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ؟ فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: عَلَى الْخَبِيرِ سَقَطْتَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “أَعْظَمُ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ}

telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi ibnu Nafi’ telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Muhammad Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Muhammad Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Musa (yaitu Ganjar), dari Abdullah ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Uqail, dari Yahya ibnu Ya’mur, dari Ibnu Umar, dari Umar ibnul Khattab, bahwa pada suatu hari ia keluar menemui orang banyak yang saat itu mereka terdiam, lalu Umar bertanya, “Siapakah di antara kalian yang mengetahui ayat Al-Qur’an manakah yang paling agung?” Maka Ibnu Mas’ud menjawab: Engkau bertanya kepada orang yang tepat, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Ayat Al-Qur’an yang paling agung ialah ‘Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)’ (Al-Baqarah: 255).”

Hadis lain mengatakan bahwa di dalamnya terdapat asma Allah yang paling agung.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ  بْنُ أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا شَهْرُ بْنُ حَوْشَبٍ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول فِي هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَ {الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} [آلِ عِمْرَانَ:1، 2] “إِنَّ فِيهِمَا اسْمَ اللَّهِ الْأَعْظَمِ”

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakir, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid ibnus Sakan yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda sehubungan dengan kedua ayat berikut, yaitu firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255) Dan firman-Nya: Alif lam Mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Ali Imran: 1-2) Beliau Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda: Sesungguhnya di dalam kedua ayat tersebut terdapat asma Allah yang paling agung.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui Musaddad, sedangkan Imam Turmuzi melalui Ali ibnu Khasyram, dan Ibnu Majah melalui Abu Bakar ibnu Abu Syaibah; ketiga-tiganya menceritakan hadis ini dari Isa ibnu Yunus, dari Abdullah ibnu Abu Ziyad dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.

Hadis lain semakna dengan hadis ini diriwayatkan dari Abu Umamah Radhiyallahu Anhu,

قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ نُمَيْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ إِسْمَاعِيلَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ زَيْدٍ: أَنَّهُ سَمِعَ الْقَاسِمَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ يَرْفَعُهُ قَالَ: “اسْمُ اللَّهِ الْأَعْظَمِ الَّذِي إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ فِي ثَلَاثٍ: سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَآلِ عِمْرَانَ وَطَهَ” وَقَالَ هِشَامٌ -وَهُوَ ابْنُ عَمَّارٍ خَطِيبُ دِمَشْقَ-: أَمَّا الْبَقَرَةُ فَـ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَفِي آلِ عِمْرَانَ: {الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَفِي طَهَ: {وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ}

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Ala ibnu Zaid, bahwa dia pernah mendengar Al-Qasim ibnu Abdur Rahman menceritakan hadis berikut dari Abu Umamah yang me-rafa’-kannya (kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam), yaitu: Asma Allah yang paling agung yang apabila dibaca di dalam doa pasti dikabulkan ada dalam tiga tempat, yaitu surat Al-Baqarah, surat Ali Imran, dan surat Thaha. Hisyam (yaitu Ibnu Ammar, khatib kota Damaskus) mengatakan, yang di dalam surat Al-Baqarah ialah firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255). Di dalam surat Ali Imran ialah firman-Nya: Alif Lam Mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Ali Imran: 1-2), Dan yang di dalam surat Thaha ialah firman-Nya: Dan tunduklah semua muka kepada Tuhan Yang Hidup kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). (Thaha: 111)

Hadis lain dari Abu Umamah dalam keutamaan membacanya sesudah salat fardu.

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحْرِزِ بْنِ مُسَاوِرٍ الْأُدْمِيُّ أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ أَخْبَرَنَا الحُسَين بْنُ بِشْرٍ بطَرسُوس أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حِمْيَرٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ قَرَأَ دُبُر كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ آيَةَ الْكُرْسِيِّ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلَّا أَنْ يَمُوتَ”.

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muharriz ibnu Yanawir Al-Adami, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Bisyr di Tartus, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humair, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda: Barang siapa yang membaca ayat Kursi sehabis setiap salat fardu, maka tiada penghalang baginya untuk memasuki surga kecuali hanya mati.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah dari Al-Hasan ibnu Bisyr dengan lafaz yang sama.

Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan dari hadis Muhammad ibnu Humair (yaitu Al-Himsi, salah seorang Rijal Imam Bukhari), hadis ini dapat dinilai sahih dengan syarat Imam Bukhari. Abul Faraj —yakni Ibnul Jauzi— menduga bahwa hadis ini maudu’.

Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ali dan Al-Mugirah ibnu Syu’bah serta Jabir ibnu Abdullah semisal dengan hadis ini, tetapi di dalam sanad masing-masing terdapat ke-daif-an.

Ibnu Murdawaih mengatakan pula:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ زِيَادٍ الْمُقْرِيُّ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ دُرُسْتُوَيه الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا زِيَادُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَمْزَةَ السُّكَّرِيُّ عَنِ الْمُثَنَّى عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “أَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى بْنِ عِمْرَانَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَنِ اقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مكتوبة فإنه من يقرؤها فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ أجعلْ لَهُ قَلْبَ الشَّاكِرِينَ وَلِسَانَ الذَّاكِرِينَ وَثَوَابَ الْمُنِيبِينَ وَأَعْمَالَ الصِّدِّيقِينَ وَلَا يُوَاظِبُ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا نَبِيٌّ أَوْ صِدِّيقٌ أَوْ عَبْدٌ امتحنتُ قَلْبَهُ لِلْإِيمَانِ أَوْ أُرِيدُ قَتْلَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ”

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Ziyad Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Durustuwaih Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah As-Sukari, dari Al-Musanna, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Abu Musa Al-Asy’ari, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang telah bersabda:  Allah mewahyukan kepada Musa ibnu Imran ‘alaihissalam, “Bacalah ayat Kursi pada tiap-tiap sehabis salat fardu, karena sesungguhnya barang siapa yang membacanya setelah selesai dari tiap salat fardu, niscaya Aku jadikan baginya kalbu orang-orang yang bersyukur, lisan orang-orang yang berzikir, pahala para nabi dan amal para siddiqin. Dan tidak sekali-kali melestarikan hal tersebut kecuali hanya seorang nabi atau seorang siddiq atau seorang hamba yang Aku uji kalbunya untuk iman atau Aku menghendakinya terbunuh di jalan Allah.”

Hadis ini munkar sekali.

Hadis lain menyebutkan bahwa ayat Kursi memelihara pembacanya pada permulaan siang hari dan permulaan malam hari.

قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْمُغِيرَةِ أَبُو سَلَمَةَ الْمَخْزُومِيُّ الْمَدِينِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَلِيكِيِّ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ مُصْعَبٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ قَرَأَ: {حم} الْمُؤْمِنَ إِلَى: {إِلَيْهِ الْمَصِيرُ} وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ حِينَ يُصْبِحُ حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُمْسِيَ وَمَنْ قَرَأَهُمَا حِينَ يُمْسِي حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُصْبِحَ

Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah (yaitu Abu Salamah Al-Makhzumi Al-Madini), telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Abdur Rahman Al-Mulaiki, dari Zararah ibnu Mus’ab, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda: Barang siapa yang membaca Ha-Mim surat Al-Mu’min sampai kepada firman-Nya, “Ilaihil masir,” dan ayat Kursi di saat pagi hari, maka ia akan dipelihara oleh keduanya hingga petang hari. Dan barang siapa yang membaca keduanya hingga petang hari, maka ia akan dipelihara berkat keduanya hingga pagi hari.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib. Sebagian dari kalangan ahlul ilmi meragukan hafalan Abdur Rahman ibnu Abu Bakar ibnu Abu Mulaikah Al-Mulaiki.

Sesungguhnya banyak hadis lain yang menceritakan keutamaan ayat Kursi ini, sengaja tidak kami ketengahkan untuk meringkas, mengingat predikatnya tidak ada yang sahih lagi sanadnya daif, seperti hadis Ali yang menganjurkan membacanya di saat hendak ber-hijamah (berbekam). Disebutkan bahwa membaca ayat Kursi di saat hendak berhijamah sama kedudukannya dengan melakukan hijamah dua kali. Dan hadis Abu Hurairah yang menceritakan perihal menulis ayat Kursi pada telapak tangan kiri dengan memakai minyak za’faran sebanyak tujuh kali, lalu dijilat yang faedahnya untuk menguatkan hafalan dan tidak akan lupa pada hafalannya. Kedua hadis tersebut diketengahkan oleh Ibnu Murdawaih, juga hadis-hadis yang lain mengenainya.

Ayat Kursi Mengandung Sepuluh Kalimat yang Menyendiri.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ}

Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255)

Pemberitahuan yang menyatakan bahwa Dialah Tuhan Yang Maha Esa bagi semua makhluk.

{الْحَيُّ الْقَيُّومُ}

Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255)

Yakni Dia adalah Zat Yang Hidup kekal, tidak mati selama-lamanya, lagi terus-menerus mengurus selain-Nya. Sahabat Umar membacanya qiyamun dengan pengertian bahwa semua makhluk berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya dari semua makhluk. Dengan kata lain, segala sesuatu tidak akan berujud tanpa perintah dari-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam firman-Nya:

أَنْ تَقُومَ السَّماءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ

Dan di antara  tanda-tanda kekuasaan-Nya  ialah  berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. (Ar-Rum: 25)

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ}

tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255)

Artinya, Dia tidak pernah terkena kekurangan, tidak lupa, tidak pula lalai terhadap makhluk-Nya. Bahkan Dia mengurus semua jiwa berikut amal perbuatannya, lagi menyaksikan segala sesuatu. Tiada sesuatu pun yang gaib (tidak diketahui) oleh-Nya, tiada suatu perkara yang samar pun yang tidak diketahui-Nya. Di antara kesempurnaan sifat Qayyum-Nya ialah Dia tidak pernah mengantuk dan tidak pernah pula tidur.

Lafaz la ta-khuzuhu artinya tidak pernah terkena; sinatun, artinya mengantuk, yaitu pendahuluan dari tidur. Wala naum, dan tidak pula tidur, lafaz ini disebutkan karena pengertiannya lebih kuat daripada yang pertama.

Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan dari Abu Musa:

قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، فَقَالَ «إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ، يُخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ، وَعَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، حِجَابُهُ النُّورُ أَوِ النَّارُ، لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ»

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berdiri di antara kami, lalu mengucapkan empat kalimat berikut, yaitu: “Sesungguhnya Allah tidak tidur dan tidak layak bagi-Nya tidur. Dia merendahkan dan mengangkat timbangan (amal perbuatan); dilaporkan kepada-Nya semua amal perbuatan siang hari sebelum amal perbuatan malam hari; dan amal perbuatan malam hari sebelum amal perbuatan siang hari. Hijab (penghalang)-Nya adalah nur atau api. Seandainya Dia membuka hijab-Nya, niscaya Kesucian Zat-Nya akan membakar semua makhluk sejauh pandangan-Nya.”

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, telah menceritakan kepadaku Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255) Bahwa Musa ‘alaihissalam pernah bertanya kepada para malaikat, “Apakah Allah Subhanahu wa Ta’ala pernah tidur?” Maka Allah mewahyukan kepada para malaikat dan memerintahkan mereka untuk membuat Musa mengantuk selama tiga hari, dan mereka tidak boleh membiarkannya terjaga. Mereka mengerjakan apa yang diperintahkan itu. Mereka memberi dua buah botol kepada Musa supaya dipegang, lalu mereka meninggalkannya. Sebelum itu mereka mewanti-wanti kepada Musa agar hati-hati terhadap kedua botol tersebut, jangan sampai pecah. Maka Musa mulai mengantuk, sementara kedua botol itu dipegang oleh masing-masing tangannya. Kemudian Musa mengantuk dan sadar, dan mengantuk serta sadar. Akhirnya ia mengantuk selama beberapa saat, lalu salah satu dari kedua botol itu beradu dengan yang lainnya hingga pecah.

Ma’mar mengatakan, sesungguhnya apa yang disebutkan oleh kisah di atas merupakan misal (perumpamaan) yang dibuat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala Ma’mar ‘mengatakan bahwa demikian pula halnya langit dan bumi di tangan kekuasaan-Nya (seandainya Dia mengantuk, niscaya keduanya akan hancur berantakan).

Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq yang mengetengahkan kisah ini. Pada kenyataannya kisah ini merupakan salah satu dari berita kaum Bani Israil, yang kesimpulannya menyatakan bahwa hal seperti ini termasuk salah satu hal yang diajarkan kepada Musa untuk mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya dan bahwa Dia Mahasuci dari hal tersebut.

Hal yang lebih garib (aneh) lagi daripada kisah di atas ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ أَبِي إِسْرَائِيلَ حَدَّثْنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ أُمَيَّةَ بْنِ شِبْلٍ عَنِ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي عَنْ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَ: “وَقَعَ فِي نَفْسِ مُوسَى: هَلْ يَنَامُ اللَّهُ؟ فَأَرْسَلَ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا فَأَرَّقَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَعْطَاهُ قَارُورَتَيْنِ فِي كُلِّ يَدٍ قَارُورَةٌ وَأَمَرَهُ أَنْ يَحْتَفِظَ بِهِمَا”. قَالَ: “فَجَعَلَ يَنَامُ تَكَادُ يَدَاهُ تَلْتَقِيَانِ فَيَسْتَيْقِظُ فَيَحْبِسُ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى، حَتَّى نَامَ نَوْمَةً فَاصْطَفَقَتْ يَدَاهُ فَانْكَسَرَتِ الْقَارُورَتَانِ” قَالَ: “ضَرَبَ اللَّهُ لَهُ مَثَلًا عَزَّ وَجَلَّ: أَنَّ اللَّهَ لَوْ كَانَ يَنَامُ لَمْ تَسْتَمْسِكِ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ

telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abu Israil, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, dari Umayyah ibnu Syibl, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang ada di atas mimbarnya mengisahkan kejadian yang dialami oleh Musa ‘alaihissalam:  Timbul pertanyaan di dalam hati Nabi Musa, apakah Allah tidur? Maka Allah mengutus malaikat kepadanya dan Musa dibuatnya mengantuk selama tiga hari. Sebelumnya malaikat itu memberikan dua buah botol kepadanya, pada masing-masing tangan satu botol; dan memerintahkan kepadanya agar kedua botol itu dijaga (jangan sampai pecah). Lalu Musa tertidur dan kedua tangannya hampir saja bertemu satu sama lainnya, tetapi ia keburu bangun, lalu ia menahan keduanya supaya jangan beradu dengan yang lainnya. Akhirnya Musa tertidur sejenak dan kedua tangannya beradu hingga kedua botol itu pecah. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Allah Subhanahu wa Ta’ala membuat suatu perumpamaan; seandainya Allah tidur, niscaya langit dan bumi tidak dapat dipegang-Nya.”

Hadis ini garib sekali, yang jelas hadis ini adalah kisah israiliyat, tidak marfu’ (sampai kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dustuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, telah menceritakan kepada kami Asy’as ibnu Ishaq, dari Ja’far ibnu Abul Mugirah, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Bani Israil pernah bertanya, “Hai Musa, apakah Tuhanmu tidur?” Musa menjawab, “Ber-takwalah kalian kepada Allah.” Maka Tuhan berseru kepadanya, “Hai Musa, mereka menanyakan kepadamu, apakah Tuhanmu tidur? Maka ambillah dua buah botol, lalu peganglah pada kedua tanganmu dan janganlah kamu tidur pada malam harinya.” Musa melakukan hal itu. Ketika sepertiga malam hari lewat, Musa merasa mengantuk hingga ia jatuh terduduk, tetapi ia terbangun, lalu dengan segera ia membetulkan letak kedua botol itu. Tetapi ketika malam hari berada pada penghujungnya, Musa mengantuk dan kedua botol itu jatuh, lalu pecah. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai Musa, seandainya Aku mengantuk, niscaya terjatuhlah langit dan bumi dan hancur berantakan, sebagaimana kedua botol yang ada pada kedua tanganmu itu terjatuh.” Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat Kursi ini kepada Nabi-Nya Shalallahu’alaihi Wasallam

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ}

Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. (Al-Baqarah: 255)

Ayat ini memberitakan bahwa semuanya adalah hamba-hamba-Nya, berada dalam kekuasaan-Nya dan di bawah pengaturan dan pemerintahan-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

{إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا * وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا}

Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 93-95)

Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ}

Tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya. (Al-Baqarah: 255)

Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّماواتِ لَا تُغْنِي شَفاعَتُهُمْ شَيْئاً إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشاءُ وَيَرْضى

Dan berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). (An-Najm: 26)

Sama pula dengan firman-Nya:

وَلا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضى

dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al-Anbiya: 28)

Demikian itu karena keagungan dan kebesaran serta ketinggian-Nya, hingga tidak ada seorang pun yang berani memberikan syafaat kepada seseorang di sisi-Nya melainkan dengan izin dari-Nya. Seperti hal yang disebutkan di dalam hadis mengenai syafaat, yaitu:

«آتِي تَحْتَ الْعَرْشِ فَأَخِرُّ سَاجِدًا، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي. ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ تُسْمَعْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ- قَالَ- فَيَحِدُّ لِي حَدًّا فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ» .

Aku datang ke bawah Arasy, lalu aku menyungkur bersujud, dan Allah membiarkan diriku dalam keadaan demikian menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Dia berfirman, “Angkatlah kepalamu dan katakanlah (apa yang engkau kehendaki), niscaya kamu didengar; dan mintalah syafaat, niscaya kamu diberi izin untuk memberi syafaat.” Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melanjutkan kisahnya, “Kemudian Allah memberikan suatu batasan kepadaku, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga.”

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ}

Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. (Al-Baqarah: 255)

Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa pengetahuan Allah meliputi semua yang  ada, baik masa lalu, masa  sekarang, maupun masa depannya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung dalam ayat lain yang mengisahkan malaikat:

{وَمَا نَتَنزلُ إِلا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا}

Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)

{وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ}

Dan   mereka   tidak   mengetahui   apa-apa   dari   ilmu   Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 255)

Yakni tidak ada seorang pun yang mengetahui sesuatu dari ilmu Allah kecuali sebatas apa yang Allah beri tahukan kepadanya dan apa yang diperlihatkan kepadanya.

Akan tetapi, makna ayat ini dapat ditafsirkan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka tidak dapat mengetahui sesuatu pun mengenai pengetahuan tentang Zat dan sifat-sifat-Nya melainkan hanya sebatas apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:

وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْماً

sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thaha: 110)

{وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ}

Kursi Allah meliputi langit dan bumi. (Al-Baqarah: 255)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Mutarrif, dari Tarif, dari Ja’far ibnu Abul Mugirah, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini. Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan ‘Kursi-Nya’ ialah ilmu-Nya.

Hal yang sama telah diriwayatkan Ibnu Jarir melalui hadis Abdullah ibnu Idris dan Hasyim, keduanya dari Mutarrif ibnu Tarif dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan pula dari Sa’id ibnu Jubair hal yang semisal.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, “Yang dimaksud dengan Kursi ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya).” Kemudian ia meriwayatkannya dari Abu Musa, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Muslim Al-Batin.

Syuja’ ibnu Makhlad mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Kursi Allah meliputi langit dan bumi. (Al-Baqarah: 255) Maka beliau Shalallahu’alaihi Wasallam menjawab:

«كُرْسِيُّهُ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ وَالْعَرْشُ لَا يُقَدِّرُ قَدْرَهُ إِلَّا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ»

Kursi Allah ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya), sedangkan Arasy tiada yang dapat menaksir luasnya kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri.

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Syuja’ ibnu Makhlad Al-Fallas yang menceritakan hadis ini, tetapi ke-marfu’-an hadis ini adalah suatu kekeliruan. Karena Waki’ meriwayatkannya pula di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Kursi adalah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan)-Nya; dan Arasy, tidak ada seorang pun yang dapat menaksir luasnya.

Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dari Abul Abbas (yaitu Muhammad ibnu Ahmad Al-Mahbubi), dari Muhammad ibnu Mu’az, dari Abu Asim, dari Sufyan (yaitu As-Sauri) berikut sanadnya, dari Ibnu Abbas, tetapi mauquf sampai kepada Ibnu Abbas saja (dan tidak marfu’ sampai kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam). Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkan asar ini.

Ibnu Murdawaih meriwayakan pula melalui jalur Al-Hakim ibnu Zahir Al-Fazzari Al-Kufi yang dikenal hadisnya tak terpakai, dari As-Saddi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu’, tetapi tidak sahih predikatnya.

As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik bahwa Kursi terletak di bawah Arasy.

As-Saddi sendiri mengatakan bahwa langit dan bumi berada di dalam Kursi, sedangkan Kursi berada di hadapan Arasy.

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Seandainya langit dan bumi yang masing-masingnya terdiri atas tujuh lapis dihamparkan, kemudian satu sama lainnya disambungkan, maka semuanya itu bukan apa-apa bila dibandingkan dengan luasnya Kursi, melainkan hanya seperti suatu halqah (sekerumunan manusia) yang berada di tengah-tengah padang pasir.”

Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid pernah mengatakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda:

«ما السموات السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَدَرَاهِمَ سَبْعَةٍ أُلْقِيَتْ فِي تُرْسٍ»

Tiadalah langit yang tujuh (bila) diletakkan di dalam Kursi, melainkan seperti tujuh keping uang dirham yang dilemparkan di atas sebuah tameng.

Disebutkan pula, Abu Zar Radhiyallahu Anhu pernah mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda:

“مَا الْكُرْسِيُّ فِي الْعَرْشِ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ أُلْقِيَتْ بَيْنَ ظَهْرَيْ فَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ”

Tiadalah Kursi itu (bila) diletakkan di dalam Arasy melainkan seperti sebuah halqah (lingkaran) besi yang dilemparkan di tengah-tengah sebuah padang pasir dari bumi.

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan:

أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وُهَيْبٍ الغزي أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيّ الْعَسْقَلَانِيُّ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ  التَّمِيمِيُّ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ الثَّقَفِيِّ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانَيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ، أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكُرْسِيِّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “والذي نفسي بيده ما السموات السَّبْعُ وَالْأَرْضُونَ السَّبْعُ عِنْدَ الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ

telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wuhaib Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abul Yusri Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah At-Tamimi, dari Al-Qasim ibnu Muhammad As-Saqafi, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar Al-Gifari, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang Kursi. Maka beliau Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh lapis bila diletakkan pada Kursi melainkan seperti sebuah lingkaran (besi) yang dilemparkan di tengah-tengah padang pasir. Dan sesungguhnya keutamaan Arasy atas Kursi sama dengan keutamaan padang pasir atas lingkaran itu.

Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya:

حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي بُكَيْر حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَلِيفَةَ عَنْ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتِ: ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ. قَالَ: فَعَظَّمَ الرَّبَّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَقَالَ: “إن كرسيه وسع السموات وَالْأَرْضَ وَإِنَّ لَهُ أَطِيطًا كَأَطِيطِ الرَّحل الْجَدِيدِ مِنْ ثِقَلِهِ”

telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar Radhiyallahu Anhu yang menceritakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu berkata, “Doakanlah kepada Allah, semoga Dia memasukkan diriku ke dalam surga.” Sahabat Umar melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam menyebutkan asma Allah Yang Mahaagung lagi Mahatinggi, lalu bersabda: Sesungguhnya Kursi Allah meliputi semua langit dan bumi, dan sesungguhnya Kursi Allah mengeluarkan suara seperti suara pelana besi karena beratnya.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Al-Bazzar di dalam kitab Musnad-nya yang terkenal, juga Abdu Humaid serta Ibnu Jarir di dalam kitab tafsir masing-masing, Imam Tabrani dan Ibnu Abu Asim di dalam kitab sunnah masing-masing; Al-Hafiz Ad-Diya di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mukhtar melalui hadis Ishaq As-Subai’i, dari Abdullah ibnu Khalifah. Akan tetapi, hal tersebut tidak menjamin hadis ini menjadi masyhur, sedangkan mengenai mendengarnya Abdullah ibnu Khalifah dari sahabat Umar masih perlu dipertimbangkan.

Kemudian di antara mereka ada orang yang meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar Radhiyallahu Anhu secara mauquf (hanya sampai pada dia). Di antara mereka ada yang meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Khalifah secara mursal. Ada yang menambahkan pada matannya dengan tambahan yang garib (aneh), dan ada pula yang membuangnya. Hal yang lebih aneh daripada kisah di atas ialah hadis yang diceritakan oleh Jabir ibnu Mut’im mengenai sifat (gambaran) Arasy, seperti hadis yang diriwayatkan Imam Abu Daud di dalam kitab sunnahnya.

Ibnu Murdawaih dan lain-lainnya meriwayatkan banyak hadis dari Buraidah, Jabir, dan selain keduanya yang isinya mengisahkan bahwa kelak di hari kiamat Kursi akan diletakkan untuk menyelesaikan masalah peradilan. Tetapi menurut makna lahiriahnya, hal tersebut tidak disebut di dalam ayat ini (Al-Baqarah: 255).

Sebagian ahli ilmu filsafat mengenai astrologi dari kalangan orang-orang Islam mengatakan bahwa Kursi menurut mereka adalah falak yang jumlahnya ada delapan, yaitu falak yang bersifat tetap; di atasnya terdapat falak lain yang kesembilan, yaitu falak asir yang dikenal dengan sebutan atlas. Akan tetapi, pendapat mereka di-sanggah oleh golongan yang lain.

Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Juwaibir, dari Al-Hasan Al-Basri, ia pernah mengatakan bahwa Kursi adalah Arasy. Tetapi menurut pendapat yang benar, Kursi itu lain dengan Arasy; Arasy jauh lebih besar daripada Kursi, seperti yang ditunjukkan oleh banyak asar dan hadis. Dalam hal ini Ibnu Jarir berpegang kepada hadis Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar. Menurut kami, kesahihan asar tersebut masih perlu dipertimbangkan.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا}

Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.   (Al-Baqarah: 255)

Maksudnya, tidak memberatkan-Nya dan tidak mengganggu-Nya sama sekali memelihara langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya, bahkan hal tersebut mudah dan sangat ringan bagi-Nya. Dialah yang mengatur semua jiwa beserta semua apa yang diperbuatnya, Dialah yang mengawasi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang terhalang dari-Nya, dan tiada sesuatu pun yang gaib bagi-Nya. Segala sesuatu seluruhnya hina di hadapan-Nya dalam keadaan tunduk dan patuh bila dibandingkan dengan-Nya, lagi berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya lagi Maha Terpuji, Maha melakukan semua yang dikehendaki-Nya, tidak dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dilakukan-Nya, sedangkan mereka dimintai pertanggungjawaban. Dia Mahamenang atas segala sesuatu, Maha Menghitung atas segala sesuatu, Maha Mengawasi (Waspada), Mahaagung. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.

Firman-Nya:

{وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ}

Dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (Al-Baqarah: 255)

Sama maknanya dengan firman-Nya:

الْكَبِيرُ الْمُتَعالِ

Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (Ar-Ra’d: 9)

Cara memahami ayat-ayat ini dan hadis-hadis sahih yang semakna dengannya lebih baik memakai metode yang dilakukan oleh ulama Salaf yang saleh dan dianjurkan oleh mereka, yaitu tidak serupa dan tidak mirip dengan apa yang digambarkan dalam teksnya.

******

Demikian saja pembahasan kita kali ini terkait Tafsir Ayat Kursi Imam Ibnu Katsir. Semoga tulisan dari Imam Ibnu katsir ini dapat bermanfaat dan memberikan kejelasan makna yang terkandung di dalam ayat kursi. Semoga bermanfaat, dan jangan lupa bagikan tulisan ini ke sosial media kamu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *