Tafsir Surat Al-An'am ayat 151
Tafsir Surat Al-An’am ayat 151

Tafsir Surat Al-An’am ayat 151 Imam Ibnu Katsir

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (151)

Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian; yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan —Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka—,- dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian supaya kalian memahaminya).

Daud Al-Audi telah meriwayatkan dari Asy-Sya’bi, dari Alqamah, dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa barang siapa yang ingin melihat wasiat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang padanya terdapat cap cincinnya, hendaklah ia membaca ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya: Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian, yaitu: “Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia.” (Al-An’am: 151) sampai dengan firman-Nya: supaya kalian memahaminya). (Al-An’am: 151)

Al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Muhammad As-Sairafi, dari Urwah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail Al-Mahdi, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Khalifah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa di dalam surat Al-An’am terdapat ayat-ayat muhkom yang semuanya adalah Ummul Kitab, lalu ia membacakan firman-Nya: Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian.” (Al-An’am: 151), hingga beberapa ayat berikut­nya.

Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.

Menurut kami, asar ini diriwayatkan pula oleh Zuhair, Qais ibnur Rabi’ —keduanya dari Abu Ishaq—, dari Abdullah ibnu Qais, dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sama.

Imam Hakim meriwayatkan pula di dalam kitab mustadraknya:

مِنْ حَدِيثِ يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، عَنْ سُفْيَانَ بْنِ حُسَيْنٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَيُّكُمْ يُبَايِعُنِي عَلَى ثَلَاثٍ؟ ” -ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ} حَتَّى فَرَغَ مِنَ الْآيَاتِ -فَمَنْ وَفَّى فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ، وَمَنِ انْتَقَصَ مِنْهُنَّ شَيْئًا فَأَدْرَكَهُ اللَّهُ بِهِ فِي الدُّنْيَا كَانَتْ عُقُوبَتَهُ وَمَنْ أُخِّرَ إِلَى الْآخِرَةِ فَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ”.

Melalui hadis Yazid ibnu Harun, dari Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda, “Siapakah di antara kalian yang mau berbaiat (mengucapkan janji setia) kepadaku sebanyak tiga kali.” Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membacakan firman-Nya: Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian.” (Al-An’am: 151), hingga beberapa ayat berikutnya. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Barang siapa yang menunaikannya, maka pahalanya akan diberikan oleh Allah kepadanya. Dan barang siapa yang mengurangi sesuatu darinya, lalu Allah menimpakan musibah kepadanya di dunia ini, maka hal itu merupakan hukumannya. Dan barang siapa yang ditangguhkan sampai di akhirat, maka urusannya terserah kepada Allah; jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengazabnya; dan jika Allah menghendaki, niscaya memaafkannya.

Kemudian Imam Hakim berkata bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.

Sesungguhnya yang disepakati oleh keduanya (Bukhari dan Muslim) hanyalah hadis Az-Zuhri, dari Abu Idris, dari Ubadah yang mengatakan:

“بَايِعُونِي عَلَى أَلَّا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا”

Berbaiatlah kalian kepadaku, yaitu: Janganlah kalian memperse­kutukan Allah dengan sesuatu pun, hingga akhir hadis.

Sufyan ibnu Husain meriwayatkan kedua hadis tersebut, maka tidaklah layak menisbatkan salah satu dari kedua hadis itu kepada dugaan (yang tidak pasti) jika keduanya dapat digabungkan pengertiannya.

Mengenai tafsir ayat ini dapat dikatakan bahwa Allah berfirman kepada Nabi dan Rasul-Nya (yaitu Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam), “Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik itu yang telah menyembah selain Allah dan mengharamkan apa yang Dia rezekikan kepada mereka, serta membunuh anak-anak mereka sendiri, yang perbuatan tersebut mereka lakukan hanya berdasarkan pendapat-pendapat mereka sendiri yang dipengaruhi oleh bisikan setan.”

{قُلْ}

Katakanlah

Yakni, kepada mereka

{تَعَالَوْا}

“Marilah.” (Al-An’am: 151)

Yakni kemarilah dan menghadaplah kalian.

{أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ}

Kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian. (Al-An’am: 151)

Maksudnya, aku akan menceritakan kepada kalian dan akan kusampai­kan kepada kalian tentang apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian dengan sesungguhnya, bukan dengan dugaan, bukan pula atas dasar prasangka, melainkan berdasarkan wahyu dan perintah dari sisi­Nya.

{أَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا}

Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-An’am: 151)

Seakan-akan dalam konteks ayat ini terdapat kalimat yang tidak disebutkan. Bentuk lengkapnya ialah seperti berikut, “Saya perintahkan kepada kalian.” janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-An’am: 151)

Karenanya dalam akhir ayat ini disebutkan:

{ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ}

Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian supaya kalian memahami(nya). (Al-An’am: 151)

Hal ini sama dengan perkataan seorang penyair:

حَجَّ وأوصَى بسُلَيمى الأعْبُدَا … أنْ لَا تَرَى وَلَا تُكَلِّم أحَدا …

وَلَا يَزَلْ شَرَابُها مُبَرَّدا

Berhajilah dan perintahkanlah kepada Sulaima Al-A’buda; janganlah ia memperlihatkan dirinya dan jangan pula berbicara kepada seorang pun. Biarkanlah minumannya tetap dalam keadaan dingin.

Orang-orang Arab mengatakan, “Saya perintahkan kepadamu, janganlah kamu berdiri.”

Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Zar Radhiyallahu Anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:

“أَتَانِي جِبْرِيلُ فَبَشَّرَنِي أَنَّهُ مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا مِنْ أُمَّتِكَ، دَخَلَ الْجَنَّةَ. قُلْتُ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ سَرَقَ؟ قَالَ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ سَرَقَ. قُلْتُ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ سَرَقَ؟ قَالَ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ سَرَقَ. قُلْتُ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ سَرَقَ؟ قَالَ: وَإِنْ زَنَا وَإِنْ سَرَقَ، وَإِنْ شَرِبَ الْخَمْرَ”

Jibril telah datang kepadaku dan menyampaikan berita gembira kepadaku bahwa barang siapa dari kalangan umatku mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun niscaya masuk surga. Aku bertanya, “Sekalipun dia berzina dan mencuri?”Jibril menjawab, “Ya, sekalipun berzina dan mencuri.” Aku bertanya, “Sekalipun dia berzina dan mencuri? Jibril menjawab, “Ya, sekalipun berzina dan mencuri.” Aku bertanya,”Sekalipun dia berzina dan mencuri?” Jibril menjawab, “Ya, sekalipun berzina, mencuri, dan meminum khamr.”

Menurut sebagian riwayat, yang menanyakan demikian adalah Abu Zar, ditujukan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam Kemudian disebutkan bahwa pada yang ketiga kalinya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“وَإِنْ رَغِمَ أنفُ أَبِي ذَرٍّ”

Ya, sekalipun hidung Abu Zar keropos.

Tersebutlah bahwa Abu Zar setiap kali menyampaikan hadis ini pada penghujungnya selalu mengatakan: Ya, sekalipun hidung Abu Zar keropos.

Di dalam sebagian kitab musnad dan kitab sunnah disebutkan dari Abu Zar, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda,

“يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي فَإِنِّي أَغْفِرُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا أُبَالِي، وَلَوْ أَتَيْتَنِي بِقِرَابِ الْأَرْضِ خَطِيئَةً أَتَيْتُكَ بِقِرَابِهَا مَغْفِرَةً مَا لَمْ تُشْرِكْ بِي شَيْئًا، وَإِنْ أَخْطَأْتَ حَتَّى تَبْلُغَ خَطَايَاكَ عَنَان السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي، غَفَرْتُ لَكَ”

“Allah Subhanahu wa Ta’ala ber­firman: ‘Hai anak Adam, sesungguhnya kamu selama masih mau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku memberikan ampunan bagi-Mu terhadap semua dosa yang ada padamu, tanpa Aku pedulikan lagi. Seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi, selagi kamu tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Dan jika kamu banyak berdosa sehingga dosamu mencapai puncak langit, kemudian kamu memohon ampun kepada-Ku. niscaya Aku mem­berikan ampunan bagimu’.”

Makna hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang menguatkannya di dalam Al-Qur’an, yaitu oleh firman-Nya:

{إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ}

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48 dan 116)

Di dalam hadis sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas’ud yang mengatakan:

“مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، دَخَلَ الْجَنَّةَ”

Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya masuk surga.

Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis yang menerangkan hal ini cukup banyak.

Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Ubadah dan Abu Darda:

“لَا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وإن قُطِّعتم أو صُلِّبتم أو حُرِّقتم”

Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, sekalipun kalian dipotong-potong atau disalib atau dibakar.

 

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَوْف الحِمْصي، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ، حَدَّثَنَا نَافِعُ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنِي سَيَّارُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ قَوْذر، عَنْ سَلَمَةَ بْنِ شُرَيح، عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ: أَوْصَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعِ خِصَالٍ: “أَلَّا تُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا، وَإِنْ حُرِّقْتُمْ وَقُطِّعْتُمْ وَصُلِّبْتُمْ”

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Nafi’ ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Sayyar ibnu Abdur Rahman, dari Yazid ibnu Qauzar, dari Salamah ibnu Syuraih, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berwasiat kepada kami akan tujuh perkara, antara lain: Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, sekalipun kalian dibakar, dipotong-potong, dan disalib. (Riwayat Ibnu Abu Hatim)

****

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}

Berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak (Al-An’am: 151)

Tuhan telah mewasiatkan dan memerintahkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, yakni perlakukanlah mereka dengan perlakuan yang baik. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain oleh firman-Nya:

{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu bapak kalian. (Al-Isra: 23)

Sebagian ulama membaca ayat ini dengan bacaan berikut, yaitu:

“وَوَصَّى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا”.

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan, janganlah kalian menyembah selain Dia dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”

Yakni perlakukanlah orang tua kalian dengan baik.

Allah Subhanahu wa Ta’ala sering sekali mengiringi perintah taat kepada-Nya dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:

{أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ * وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembali kalian. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. kemudian hanya kepada-Kulah kembali kalian, maka Kuberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan. (Luqman: 14-15)

Dalam ayat ini Allah memerintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua, sekalipun keduanya musyrik; kemusyrikannya itu ditanggung oleh keduanya. Allah Swt. telah berfirman pula:

{وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}

Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, (yaitu): Janganlah kalian menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak. (Al-Baqarah: 83), hingga akhir ayat.

Ayat-ayat yang bermakna senada banyak didapati di dalam Al-Qur’an.

Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu. :

قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: “الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا”. قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: “بِرُّ الْوَالِدَيْنِ”. قُلْتُ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: “الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ”. قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: حَدَّثَنِي بِهِنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي

Bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Amal apakah yang paling utama?” Rasul Shalallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Mengerjakan salat tepat pada waktunya.” Ia bertanya, “Kemudian apa lagi?”” Rasul Shalallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Ia bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Rasul Shalallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Jihad di jalan Allah.”‘ Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu mengatakan, “Kesemuanya itu disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepadaku secara langsung. Seandainya aku meminta tambahan keterangan, niscaya beliau Shalallahu’alaihi Wasallam memberikan tambahannya kepadaku.”

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkan berikut sanadnya, dari Abu Darda dan Ubadah ibnus Samit; masing-masing dari keduanya mengatakan bahwa kekasihnya (yakni Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam) telah memerintahkan kepadanya:

“أَطِعْ وَالِدَيْكَ، وَإِنْ أَمَرَاكَ أَنْ تَخْرُجَ لَهُمَا مِنَ الدُّنْيَا، فَافْعَلْ”

Taatilah kedua orang tuamu; dan jika keduanya memerintahkan kepadamu untuk keluar dari dunia ini (mati) buat (membela) keduanya, maka lakukanlah.

Tetapi di dalam sanad hadis ini terkandung kedhaifan.

*****

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ}

Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka. (Al-An’am: 151)

Setelah Allah memerintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua dan juga kakek nenek, Dia mengiringi hal ini dengan perintah berbuat baik kepada anak cucu. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

{وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ مِنْ إِمْلاقٍ}

Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan. (Al-An’am: 151)

Demikian itu karena mereka membunuh anak-anak mereka, menuruti bisikan setan kepada mereka. Mereka mengubur bayi-bayi perempuan mereka karena takut aib, adakalanya pula mereka membunuh bayi-bayi laki-laki mereka karena takut jatuh miskin. Karena itu, disebutkan di dalam kitab Sahihain:

مِنْ حديث عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ مَسْعُودٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: “أَنْ تَجْعَلَ لله ندا وهو خلَقَكَ”. قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ: “أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ خَشْيَةَ أَنْ يَطْعَم مَعَكَ”. قُلْتُ: ثُمَّ أَيُّ؟ قال: “أن تُزَاني حَلِيلَةَ جَارِكَ”. ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ}

Melalui hadis Abdullah ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu, bahwa Abdullah Ibnu Mas’ud pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Dosa apakah yang paling besar?” Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakan kamu.” Ibnu Mas’ud bertanya, “Kemudian apa lagi?” Rasul Shalallahu’alaihi Wasallam men­jawab, “Bila kamu membunuh anakmu karena takut si anak ikut makan bersamamu.” Ibnu Mas’ud bertanya lagi, “Kemudian dosa apa lagi?” Rasul Shalallahu’alaihi Wasallam menjawab, “Bila kamu menzinai istri tetanggamu.” Kemudi­an Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat.

****

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{مِنْ إِمْلاقٍ}

Karena kemiskinan. (Al-An’am: 151)

Ibnu Abbas, Qatadah. dan As-Saddi serta lain-lainnya mengatakan bahwa imlaq artinya kemiskinan. Dengan kata lain, janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan yang kalian alami. Dalam surat Al-Isra disebutkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{وَلا تَقْتُلُوا أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ}

Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. (Al-Isra: 31)

Artinya, janganlah kalian membunuh mereka karena takut jatuh miskin di masa mendatang. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

{نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ}

Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian. (Al-Isra: 31)

Dalam surat Al-Isra ini Allah mulai menyebutkan jaminan rezeki buat anak-anak mereka, karena itulah yang menjadi pokok permasalahannya. Dengan kata lain, janganlah kalian takut jatuh miskin karena memberi mereka makan; sesungguhnya rezeki mereka ditanggung oleh Allah. Adapun dalam surat Al-An’am ini, mengingat kemiskinan telah ada, maka yang disebutkan adalah seperti berikut:

{نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ}

Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka. (Al-An’am: 151)

Disebutkan demikian karena yang diprioritaskan adalah para orang tua.

****

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{وَلا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ}

Dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi. (Al-An’am: 151)

Perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

{قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنزلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ}

Katakanlah, “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (meng­haramkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-A’raf: 33)

Mengenai tafsirnya telah disebutkan ketika membahas makna firman-Nya:

{وَذَرُوا ظَاهِرَ الإثْمِ وَبَاطِنَهُ}

Dan tinggalkanlah dosa yang tampak dan yang tersembunyi. (Al-An’am: 120)

Di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:

“لا أحد أغْيَر من اللَّهِ، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ حَرَّم الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَر مِنْهَا وَمَا بَطنَ”

Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah, karena itulah Dia mengharamkan semua hal yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.

 

َقَالَ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَيْر، عَنْ وَرّاد، عَنْ مَوْلَاهُ الْمُغَيَّرَةِ قَالَ: قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ: لَوْ رَأَيْتُ مَعَ امْرَأَتِي رَجُلًا لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفَح. فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ! فَوَاللَّهِ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْ سَعْدٍ، وَاللَّهُ أَغْيَرُ مِنِّي، مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ حَرّم الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَن”.

Abdul Malik ibnu Umair mengatakan bahwa Al-Mugirah menambahkan ‘dari maulanya’ yang mengatakan bahwa Sa’d ibnu Ubadah pernah berkata, “Seandainya aku melihat istriku bersama lelaki lain, niscaya aku pukul lelaki itu dengan pedang, bukan dengan bagian tumpulnya.” Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Apakah kalian merasa heran dengan kecemburuan Sa’d? Demi Allah, aku lebih cemburu daripada Sa’d, dan Allah lebih cemburu dariku. Karena itulah Dia mengharamkan hal-hal yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.

Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

قَالَ كَامِلٌ أَبُو الْعَلَاءِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا. نَغَارُ. قَالَ: “وَاللَّهِ إِنِّي لَأَغَارُ، وَاللَّهُ أَغْيَرُ مِنِّي، وَمِنْ غَيْرَتِهِ نَهَى عَنِ الْفَوَاحِشِ”

Kamil (alias Abul Ala) telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “Sesungguhnya kami adalah pencemburu?” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar pencemburu, dan Allah lebih pencemburu dariku, dan termasuk kecemburuan-Nya ialah Dia melarang perbuatan-perbuatan keji.

Hadis riwayat Ibnu Murdawaih, tetapi tidak ada seorang pun dari pemilik kitab Sittah yang mengetengahkannya. Hadis ini dengan syarat Imam Turmuzi, dan sesungguhnya Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis lain dengan sanad ini, yaitu hadis yang mengatakan:

“أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ”

Usia-usia umatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun.

****

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ}

Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (Al-An’am: 151)

Firman ini merupakan nas dari Allah yang mengukuhkan apa yang dilarang-Nya, karena sesungguhnya makna firman ini telah terkandung di dalam pengertian perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Ibnu Mas’ud Radhiyallahu Anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:

“لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثَّيِّبِ الزَّانِي، والنفس بالنفس، والتارك لدينه المفارق للجماعة”

Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya adalah utusan Allah, terkecuali karena salah satu dari tiga perkara berikut, yaitu: Duda (janda) yang berzina, membunuh jiwa, dan meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah.

Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim disebutkan:

وَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ لَا يَحِلُّ دَمُ رَجُلٍ مُسْلِمٍ … ” وَذَكَرَهُ

Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidak halal darah seorang lelaki muslim, hingga akhir hadis.

Al-A’masy mengatakan bahwa ia menceritakan hadis ini kepada Ibrahim, lalu Ibrahim menceritakan kepadaku, dari Al-Aswad. dari Siti Aisyah hal yang semisal.

Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan melalui Siti Aisyah Radhiyallahu Anhu. bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda:

“لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثِ خِصَالٍ: زانٍ مُحْصَن يُرْجَم، وَرَجُلٍ قَتَلَ رَجُلا مُتَعمِّدا فَيُقْتَلُ، وَرَجُلٍ يَخْرُجُ مِنَ الْإِسْلَامِ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، فَيُقْتَلُ أَوْ يُصْلَبُ أَوْ يُنْفَى مِنَ الْأَرْضِ”

Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga perkara, yaitu: Pezina muhsan dirajam, seorang lelaki yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, maka ia dihukum mati; dan seorang lelaki yang keluar dari Islam dan memerangi Allah dan Rasul-Nya, maka ia dihukum mati atau disalib atau diasingkan dari tanah airnya.

Lafaz hadis ini menurut apa yang ada pada Imam Nasai.

Dari Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan Radhiyallahu Anhu Disebutkan bahwa ketika dalam keadaan terkepung, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: رَجُلٍ كَفَر بَعْدَ إِسْلَامِهِ، أَوْ زَنَا بَعْدَ إِحْصَانِهِ، أَوْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ”.

Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga perkara, yaitu: Seorang lelaki yang kafir sesudah masuk Islam, atau melakukan zina sesudah muhsan (terpelihara), atau membunuh jiwa bukan karena telah melakukan pembunuhan.

Khalifah Usman berkata, “Demi Allah, aku belum pernah berbuat zina, baik di masa Jahiliah maupun di masa Islam. Dan aku tidak pernah berharap untuk menggantikan agamaku sesudah Allah memberi petunjuk kepadaku, tidak pernah pula aku membunuh seseorang. Mengapa kalian hendak membunuhku?”

Imam Ahmad, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.

Disebutkan adanya larangan dan peringatan serta ancaman terhadap perbuatan membunuh kafir mu’ahad, yakni orang kafir yang diamankan dari kalangan kafir harbi.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam secara marfu’:

“من قتل مُعاهِدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا”

Barang siapa yang membunuh kafir mu’ahad. maka ia tidak dapat mencium baunya surga, padahal sesungguhnya bau surga itu benar-benar dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.

Dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu. dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang telah bersabda:

“مِنْ قَتْلَ معاهَدًا لَهُ ذِمَّة اللَّهِ وذمَّة رَسُولِهِ، فَقَدَ أَخَفَرَ بِذِمَّةِ اللَّهِ، فَلَا يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ، وَإِنَّ رِيحَهَا لِيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ سَبْعِينَ خَريفًا”

Barang siapa yang membunuh seorang mu’ahad yang berada di dalam jaminan keselamatan Allah dan Rasul-Nya, berarti dia telah melanggar jaminan Allah. Maka dia tidak dapat mencium baunya surga, padahal sesungguhnya baunya surga dapat tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh musim gugur (tahun).

Hadis riwayat Ibnu Majah dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

*****

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

{ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ}

Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian supaya kalian memahaminya). (Al-An’am: 151)

Yakni inilah di antara apa yang diperintahkan Allah kepada kalian, supaya kalian memahami perintah Allah dan larangan-Nya.

******************

Demikian pembahasan kita pada kesempatan kali ini. Semoga kita dapat memahami Tafsir Surat Al-An’am ayat 151 Imam Ibnu Katsir dan mengamalkannya. Jangan lupa, bagikan artikel ini ke sosial media kamu, agar ilmu yang disampaikan ini semakin bermanfaat banyak bagi kaum muslimin.

Lainnya: Tafsir Surat Al An’am ayat 125

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *